****
Dulu selepas kuliah
S2 tahun 2003, sempat ditawarin penghasilan luarbiasa. Syaratnya hanya satu:
Bikin tulisan tentang Islam Futuristik. Maaf, tulisan yang dimaksud adalah
tulisan yang mengkritisi Islam berbasis pada pemutarbalikan dalil, hadis,
siroh, dan sejarah.
Kini di tahun 2015,
sudah 12 tahun lamanya, saya tak punya karir apapun. Ternyata teman saya yang
merespon, sering tampil di TV dan menulis di surat kabar nasional. Isinya ya
bongkar pasang ajaran Islam atas nama yang saya sendiri kurang paham.
Teringat pepatah
Arab, "Kalau ingin tertenal, kencingi Ka'bah!" Dimensi luasnya,
lakukan apapun yang melecehkan Islam. Sebagai penulis, tulisan-tulisan seksi
dan genit sangat laku dijual ke Asia Foundation, Shimon Peres Institute, atau
World Bank. Bikinlah statemen: "Hukuman mati bukan ajaran Islam",
"Al-Qur'an edisi Revisi", "Fiqh Lintas Agama", "Islam
Rahmatan Lil'Alamin, Islam Toleran", "Jihad Pemicu Disabilitas
Dunia", "Shalahuddin Al-Ayyubi, Manusia Pelanggar HAM", dan
lain-lain.
Memang pilihan
kembali kepada prinsip hidup. Ujungnya soal hidayah bukan lain-lain. Saya
selalu berdoa, teman saya itu bisa bertaubat seperti Asy-Syahid Sayyid Quthub
dulu. Sebelum taubatnya, seorang Sayyid Quthub adalah penulis dan pemikir yang
tajam. Bisa dikatakan, mutiara Jahiliyah modern. Tapi memang, penghalang
hidayah itu biasanya yang serba tanggung. Di jahiliyah gak sampai puncak. Saat taubat
pun gak sampai puncak.
Tapi kalau bab
penghasilan, Allah membuka jalan lain. Ujung-ujungnya, fasilitas yang saya
nikmati tidak terlalu beda jauh dengan fasilitas teman itu. Sama-sama sering
naik pesawat ke luar negeri. Sering diundang bedah buku. Hanya beda di uang
saku mungkin! He he ... tapi uang saku saya jadi sekolah yang insyaAllah
mencerdaskan umat.
24 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar