Hamid Fahmi
Zarkasyi
Al-Attas segera sadar ilmu pengetahuan modern ternyata sarat nilai
Barat
Sekitar tahun 1992 Prof. Dr. Mukti Ali di sela-sela sebuah seminar
di Gontor, tiba-tiba bergumam, “Bagi saya Islamisasi ilmu pengetahuan itu omong
kosong, apanya yang diislamkan, ilmu kan netral”. Prof. Dr. Baiquni yang waktu
itu bersama beliau langsung menimpali, “Pak Mukti tidak belajar sains, jadi
tidak tahu di mana tidak Islamnya ilmu (sains) itu.”
Pak Mukti dengan antusias, menyahut, “Masa iya, bagaimana itu?”
“Sains di Barat itu pada tahap asumsi dan presupposisinya tidak melibatkan
Tuhan,” jawab Baiquni. “Jadi ia menjadi sekuler dan anti-Tuhan.” Pak Mukti
dengan kepolosan dan sikap akademiknya spontan menjawab lagi, “Oh begitu”.
Diskusi terus berlangsung dan soal ilmu serta Islamisasinya menjadi topik
menarik.