1. Mari kita berharap keberkahan Allah pada dakwah
ini. Keberkahan itu datangnya dari keyakinan kita kepada Allah, bahwa semua kekuasaan/kemenangan/kekalahan
itu terjadi atas kehendak Allah. Kita tidak sependapat dengan yang mengatakan
bahwa konspirasi musuh menyebabkan kekalahan kita. Mau konspirasi apapun kalau
Allah tidak berkehendak ya tidak akan terjadi. Mari kita melihat amal
ini dengan pendekatan dakwah.
2. Evaluasi kita : kita tergiring secara tidak sadar
menjadikan politik sebagai panglima. Lalu dakwah dan kaderisasi kita lupakan.
Tolonglah slogan OBAH KABEH MUNDAK AKEH itu jangan dimaknai AKEH kursi dan
suaranya. Tapi akeh dan mundak keberkahannya. dan itu dengan tetap menjadikan
dakwah sebagai misi utama kita. Kursi itu bukan tujuan kita. Kalau kita pantas
menerimanya Allah akan berikan. Saya membayangkan andai seluruh anggota dewan
kita di indonesia ini di sebar merata ke desa desa yang ada di seluruh negeri.
Lalu berdakwah, membina masyarakat dan kita punya kemampuan untuk itu. Insya
allah keberkahan akan turun dengan cara itu. Tidak ada urusannya dapat kursi
atau tidak.
3. Evaluasi kita : kita sering membuat target target
yang sebenarnya tau itu diluar kemampuan kita. Lalu kita terjebak dengan cara
cara yang jauh dari keberkahan untuk memaksakan mencapai target itu.
Mengumpulkan dana dana syubhat. Bergantung pada konglomerat anu. konglomerat
itu. Proyek ini itu.dst. Sekian suara harganya sekian M. Lalu dimana nilai
keberkahan dakwah ini? begitu juga dengan perilaku politik kita yang kadang
menyalahi sunnatullah. Begadang sampai hampir pagi menjaga suara. Toh tetap
jebol juga. Apakah kita ini lebih sibuk dari Rasulullah? beliau selalu tertib
dalam hal tidur dan bangun pagi. Di malam hari beliau serahkan dakwah di tangan
Allah. Beliau tidur dan qiyamullail. Sesekali bolehlah begadang. Tapi kalau
menjadi politic style kita itu sudah salah.
4. Allah hanya ingin kita ini bekerja semaksimal
kemampuan kita. Laa yukallifullahu nafsan illa wus’ahaa. Tidak perlu memaksakan
pola pola dan cara cara yang diluar kemampuan kita. Jokowi itu sebenarnya
contoh dari Allah, bahwa ketika Allah berkehendak, dengan dana pencitraan orang
bisa mendapatkan kekuasaan dan Allah juga yang berkuasa menjatuhkannya. Jadi,
mari kita semakin tawadhu’ dihadapan Allah. Semakin kita tawadhu’ dan merasa
butuh pertolongan-Nya, maka pertolongan akan mendekat. Jangan terlalu ngoyo
menampakkaan bahwa kita ini punya kekuatan. Semakin kita berpikir kita punya
kekuatan, lalu melupakan Allah, maka justru pertolongan semakin menjauh. (dalam
konteks ini, Ust salim menyebut stagnannya suara PKS dari PEMILU ke PEMILU)
5. Itulah sebabnya para ulama mengajari kita doa :
Allahummarzuqnaa ma’rifatan yas habuha bil adabi. Ya Allah beri kami ma’rifat
kepadamu, yang diiringi dengan adab terhadap-Mu. Kita mengenal Allah tapi kita
tidak punya adab dan sopan santun terhadap-Nya. Lalu kita merasa sudah punya
kekuatan.dan mulai melupakan-Nya. Ini namanya kita tidak beradab dan sopan
santun terhadap Allah.
6. Jangan juga gara gara jabatan politik lantas life
style dan perilaku kita berubah. Terbiasa dilayani. Kesenggol dikit marah marah
dimana mana seolah ingin menunjukkan kita ini kuat. Kita lupa berapa ton nikmat
Allah yang sudah kita makan melalui mulut kita. Mari jadi orang yang biasa
biasa saja. dan mengingat bahwa semua ini pemberian Allah yang tidak akan
kekal.
7. Pada akhirnya mari memperbanyak dzikrullah. Imam
ali berkata :: inna lillahi fil ardhi aaniyatun wa huwa al qolbu. Sesungguhnya
Allah itu memiliki tempat di bumi, yaitu dalam hati kita. kita ini standar nya
ma’tsurot sughro. Itupun masih suka nanya : ada yang lebih sughro lagi nggak
tadz? insya Allah dengan dzikir yang banyak itu keberkahan akan turun.
Wallahu Al musta’aan. (mujahidullah)
Rumah Buku Iqbal : Pusat Buku Bermutu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar