KH
Rahmat Abdullah
Orang-orang
bijak pernah berpesan "Ma halaka
‘amru-un arafa Qadra nafsihi" (Tak akan celaka orang yang kenal harkat
dirinya). Telah banyak orang binasa karena terlalu tinggi memasang harga diatas
realita dirinya. Banyak yang lenyap dari peredaran karena terlalu murah
menghargai dirinya – dengan waham ‘tawadhu’ atau perasaan tidak mampu dan tidak
punya apa-apa. Selebihnya adalah jenis orang yang berjalan dalam tidur atau
tidur sambil berjalan. Tepatnya pengigau berat. Ia tak pernah bisa menyadari
dimana posisinya, apa yang terjadi di sekitarnya dan apa bahaya yang mengancam
ummatnya.
Dalam
kaitan sistem, baik ormas, partai atau pemerintahan kerap terjebak dalam waham-
waham
kekuasaan ; berbahasa dan bertindak dengan pendekatan kekuasaan. Mereka yang
‘berkuasa’ merasa percaya diri, hanya karena secara de jure punya otoritas atas
wilayah territorial, wilayah problematika dan wilayah sumber daya manusia.
Bahwa wilayah ruhaniyah dan wilayah fikriyah tak dapat ditundukkan begitu saja
oleh senjata, uang dan kedudukan, kerap luput dari renungan. Entah karena
inikah ketika ALLAH mengaitkan keselamatan dunia dengan keberadaan Ulu Baqiyah
(orang-orang yang potensial dipertahankan keberadaannya) dan mengemban misi
‘mencegah kerusakan di muka bumi’, justeru pada saat yang sama mereka yang (berbakat)
zalim terus saja mengikuti kecenderungan
hedonik mereka dan karenanya mereka menjadi durhaka (Qs. 10;116).
Ghurur
Hal terberat yang kau hadapi bukan keraguan, kebencian dan permusuhan orang
yang tak mengenalmu. Sekeras apapun hati mereka, kekuatan Hidayah dapat menundukkan
mereka kepada kebenaran da’wahmu, dengan idzin-Nya. Bila itu pun tidak, engkau
tak akan dipersalahkan, karena tataranmu dakwah dan tataran-Nya hidayah. Cobaan
berat, justru pada percaya diri yang tidak proporsional. Engkau nikmati benar
sanjungan orang terhadap dirimu atau jamaahmu, padahal engkau sendiri jauh dari
kepatutan itu. Malang nasibmu wahai orang yang percaya kepada kejahilan orang
yang menyanjungmu, sedangkan engkau sangat terang melihat kekurangan dirimu.
Mentalitas Qarun tersimpul dalam satu kalimat "Hadza Li" (Semua ini
karyaku, karena aku, milikku).
Ketika
arogansi mendominasi hubungan ‘yang adi daya’ dengan ‘yang tak berdaya’, maka
yang pertama harus membayar ongkos yang sangat mahal ; dari antipati sampai kutukan
mereka yang tak berdaya. Berat menyadarkan orang yang otaknya berjelaga, egois
dan hanya melihat apa yang mereka anggap hak, tanpa kesadaran seimbang akan
kewajiban. Kepada mereka Imam Syafii menegaskan :
Bila
engkau mendekatiku, mendekat pula cintaku Jika engkau menjauh, aku kan lebih
jauh darimu Dalam hidup
masing-masing kita Tak bergantung dengan saudara Dan kita lebih tidak
bergantung lagi bila tamat usia Orang yang mentah fikiran selalu mengandalkan
sanjungan kosong, tak berbasis pada prestasi, atau mungkin mereka berprestasi,
namun menganggap itu sebagai hal besar yang memungkinkan mereka memonopoli
kebajikan. "Mereka membangkit-bangkit keislaman mereka (sebagai jasa)
kepadamu. Katakan : ‘Janganlah kalian bangkit-bangkitkan kepadaku keislamanmu,
akan tetapi ALLAH lah yang telah memberi karunia besar dengan membimbing kalian
kepada Iman…" (QS. 49:17)
Sebelum
bubarnya Uni Sovyet, ada dua spesies yang sangat dibenci rakyat ; 1. Partai Komunis,
2. etnik Rus. Yang pertama dibenci karena selalu ingin campur dalam segala
urusan orang. Dari urusan menteri, tentara, pegawai negeri, isteri pegawai, anak
pegawai sampai mimpi-mimpi rakyat. Yang kedua tak tahu diri sebagai mayoritas,
bagaikan truk besar yang berlari kencang, anginnya mementalkan kendaraan-kendaraan
kecil di tepi jalan.
Cermati
bagaimana karakter kekuasaan itu tumbuh. Banyak orang yang berkuasa mengabaikan
pengenalan wilayah-wilayah kekuasaan dengan segala karakternya. Pemerintah yang
mempunyai otoritas memulainya dengan 3 wilayah : 1. Wilayah ardliyah
(teritorial), 2. Wilayah insaniyah (kemanusiaan, SDM, rakyat), 3. Wilayah asailiyah
(problematika). Dengan ketiga otoritas ini mereka dapat menggusur tanah rakyat,
membagi HPH, menaikkan pajak, tarif, UMR, memainkan money politik, mencetak
uang untuk kepentingan partai, membunuh karakter lawan politik dan memenjarakan
mereka. Berapa lama mereka dapat berkuasa dengan tiga pilar ini ? Entahlah,
yang jelas telah bertumbangan begitu banyak rezim dengan begitu banyak dana,
senjata dan tentara. Mereka melupakan 2 wilayah yang sebenarnya pagi-pagi harus
sudah dikuasai, bahkan sebelum mereka menguasai wilayah-wilayah lainnya. Jauh
sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, rumah-rumah disana sudah menaungi
begitu banyak muslim.
Pada
penghujung era Makkiyah, baiah Aqabah II telah menyuratkan pesan yang begitu
kuat. "Kami siap melindungi Rasulu’Llah SAW, sebagaimana kami melindungi
anak-anak dan isteri-isteri kami". Madinah telah dikukuhkan menjadi bumi
Islam sebelum para Muhajir berangkat kesana. Rasulullah sudah ditunggu dengan
segala kerinduan, sebelum mereka melihat wajahnya. Da’wah Qur-an telah mengakar
dalam wilayah ruhaniyah dan wilayah fikriyah mereka, dua wilayah yang pada
saatnya melahirkan energi besar, mengalahkan semua penguasa yang hanya berpuas
diri dengan tiga wilayah yang serba refleks, fenomenal dan efektif untuk waktu
singkat.
Wahan
Tak kalah beratnya beban mental orang yang sama sekali tak mampu memberikan
kontribusi. Ia sendiri tak mampu membantu dirinya sendiri, bahkan dengan
sekedar percaya dan menyadari bahwa dirinya dapat berperan. Paradigma "La syai-a
indi" (Saya tak punya apa-apa), telah banyak merugikan ummat. Dari sini orang
berbuat, dari kontra produktif sampai amoral. Ia tak merasa ada kaitan
sepakterjangnya dengan lingkungannya. Ia mampu melumuri citranya – sama seperti
mereka yang over pede – tanpa cemas hal itu akan berdampak luas, bagi diri,
keluarga dan lingkungannya. Mereka banyak memubadzirkan umur dan hidup tanpa
program. Rendah diri dan karenanya tak jarang merawat hasad, dengki dan
khianat. Mereka dapat tampil dalam figur seorang alim, publik figur dan apa
saja yang ‘mulia’, namun mengabaikan berkah amal jama’i, karena merasa ‘tak
sebodoh’ komunitasnya atau lupa bahwa dirinya (dapat menjadi) besar di tengah
mereka. Terkadang batas antara orang yang berlebihan percaya diri dengan yang
sangat tak percaya diri, begitu sulit dibedakan. Kritik pedas bisa datang dari
mereka yang gagal melaksanakan apa yang dikritiknya. Atau yang tak cukup punya
keberanian berargumentasi karena kurang pedenya.
Marilah
berjabat tangan, ayunkah langkah dengan yakin dan lengkapi kekurangan diri dengan
kelebihan saudara atau sebaliknya menopang kelemahan mereka dengan kekuatan
diri yang ALLAH amanahkan. Banyak orang bingung mencari lahan kerja dan lahan
kerja Da’wah tak pernah tutup.
Dimana
posisimu ? Mungkin beberapa kalangan akan keberatan bila kukatakan engkau telah
menyulam halaman da’wah di negeri ini dengan benang emas dan menyemaikan
benih-benih berkah di lahan tandus, sehingga berubah menjadi lading-ladang subur
masa depan. Pohon keadilan, buah kemakmuran, bunga kesetaraan, ranah kesetiaan
dan rumah kasih sayang. Bukan tujuanmu menciptakan iri. Ada yang begitu geram
ketika hamba-hamba ALLAH perempuan keluar dari setiap gang dan kampus dengan
jilbab mereka yang anggun dan IP mereka yang cemerleng. 20 tahun yang lalu
harus keluar dari sekolah negeri yang dibangun dengan uang pajak mereka sendiri.
Ya, kebangkitan memang bukan hanya sisi ini, namun banyak kebaikan tersimpulkan
pada aspek ini. Intinya ; Perubahan.
Dan
hari ini puncak gunung es itu telah memperlihatkan dinamika besar kebangkitan, shahwah
yang penuh berkah. Tauhid adalah sistem konstruksi terpadu yang meletakkan
segalanya tepat pada tempat, peran dan kepatutannya. Intelektual adalah sistem pengapianmu yang tak pernah padam. Kader-kader
yang selalu ikhlas berkorban adalah roda yang siap menjelajah medan-medan berat.
Keulamaan adalah sistem kendali-mu yang tahu kapan harus berbelok, menanjak,
menurun dan menerobos hutan belantara, padang tandus serta bebatuan. Yang tak
bergaransi ialah kondisi jalan, bahkan sekali pun dengan rute yang jelas dan
lurus, kendaraan yang teruji, kru yang jujur, pakar dan sabar.
Dari
semua setting ini, tentukanlah dimana posisimu ; penonton yang mencari hiburan,
penunggu yang tak punya empati, atau pengharap kegagalan karena ada yang tak
sejalan dengan persepsi mereka. Atau penuntun dan pengikut dengan pengenalan sistem
navigasi yang akurat dan keyakinan yang mantap, bahwa laut tetap bergelombang dan
di seberang ada pantai harapan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar