Majalah
Tarbawi Edisi 193 Th. 10 Dhulhijjah 1429 H/ 25 Desember 2008 M
Apa penjelasannya, bahwa 3000 mujahid dari badui-badui gurun
jazirah Arab, berani melawan 200,000 pasukan Romawi dalam perang Mu’tah? Mereka tidak menang, memang, dalam
pertempuran yang berlangsung tahun kedelapan hijriah itu. Tiga panglima mereka
gugur sebagai syuhada; Zaid Bin Haritsah, Ja’far Bin Abi Thalib, Abdullah Bin
Rawahah. Ketika Khalid mengambil alih kepemimpinan, yang ia lakukan adalah mundur
teratur untuk menyelamatkan nyawa mujahidin yang tersisa.
Sementara anak-anak melempari mereka dengan batu saat
kembali ke Madinah, karena dianggap melarikan diri, Rasulullah justru
menggelari Khalid sebagai Saefullah Al
Maslul. Pedang Allah yang terhunus. Menyelamatkan nyawa pasukan adalah
keputusan bijak seorang pemberani. Berhasil mundur dari kejaran pasukan sebesar
itu adalah keahlian tempur seorang jenius perang. Tapi berani melawan pasukan
sebesar itu adalah pesan penting bagi Romawi; pertempuran sudah kita mulai, dan
kami akan kembali.
Perang Yarmuk adalah saksi kejeniusan perang Khalid.
Pertempuran yang terjadi sekitar enam tahun setelah setelah pertempuran Mu’tah
itu, memang terlalu legendaris. Bayangkan 36.000 mujahid Muslim melawan 240.000
pasukan Romawi. Gelar Rasulullah Saw kepada Khalid jadi kenyataan. Sejak itu
Romawi diusir dari wilayah jazirah Arab, Syam kemudian Mesir.
Apa penjelasannya, bahwa mujahid Badui itu bisa menaklukkan
imperium besar seperti Romawi dan Persi? Dalam pendekatan aqidah dan iman,
kemenangan itu dapat dengan mudah ditafsirkan. Tapi dalam pendekatan strategi
perang, kita mungkin perlu mempelajari The Art of War dari Sun Tzu, strategi
perang tertua yang ditulis 500 tahun sebelum Masehi dan telah mengilhami China dan
Jepang selama 2400 tahun. Atau The Militery Institution of The Romans yang
ditulis oleh Vegetius kepada Valentinian II sekitar tahun 390 M, dan kelak
mengawali pengembangan tentara regular di Eropa. Atau My Reveries Upon Art of
War yang ditulis Jenderal Maurice De Saxe tahun 1732 M. Strategi
ini merupakan kembangan ide-ide Vegetius dan kelak banyak mengilhami
Napoleon seperti diurai Stonewall Jackson dalam The Military Maxims of
Napoleon. Atau The Secrets Instruction Frederick The Great to His Generals yang
secara kebetulan ditemukan dalam kopor kecil Jenderal Czetteritz tahun 1760.
Atau On War dari Carl Von Clausewitz’s tahun 1832. Kedua pemikiran strategi
militer inilah yang melatari semua pengembangan strategi perang Jerman.
Kebesaran Mujahid Badui yang telah menaklukkan Imperium
Persi dan Romawi itu hanya mungkin kita pahami dalam kerangka
pemikiran-pemikiran strategi perang itu. Khalid tumbuh dalam tradisi perang
gerilya yang menjadi ciri perang masyarakat jazirah. Tapi ia menguasai cara
berpikir tentara regular Romawi yang mengusai pola perang konvensional dengan
alutsista besar sejak 200 tahun sebelumnya. Keteraturan adalah ciri pasukan
Persi dan Romawi, atau tentara Modern. Ketidakteraturan adalah ciri pasukan
gerilya. Diperlukan waktu untuk menemukan pola dalam ketidakteraturan itu.
Khalid mempelajari keteraturan itu sebagai sebuah kekuatan, tapi tetap
menggunakan pola perang gerilya sebagai kombinasi dari pusat kekuatannya. Tapi
mereka gerilyawan yang agresif. Jadi secara strategi ia unggul. Ia tahu cara
berpikir musuhnya. Tapi musuh tidak tahu keseluruhan cara berpikirnya.
Ketahuilah cara berpikir musuhmu, tapi jangan berpikir dengan cara berpikirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar