Majalah
Tarbawi, edisi 194 /Th. 10 Muharram 1430 H-08 Januari 2009 M
Para
penakluk imperium dari jazirah itu menyisakan satu realitas yang lucu. Mereka
tumbuh di tengah gurun sahara dan tidak bisa berenang. Itulah yang yang jadi
kendala pasukan Muslim saat akan menaklukkan Persia dimana mereka harus
menyeberangi sungai Eufrat dan Tigris. Dalam waktu singkat kendala itu bisa
dilalui. Sebab itu Cuma sungai. Begitu
juga ketika pasukan Muslim di bawah komando Amr bin Ash itu harus
menaklukkan Mesir dari kolonialisme Romawi. Sebab masih ada jalur darat untuk
sampai ke sana.
Kendala
menjadi lebih besar ketika Syam, Irak dan Mesir sudah ditaklukkan. Sebab semua
ekspansi setelah itu harus melewati laut. Itulah yang menggusarkan Umar bin
Khattab. Itu terlalu berisiko. Apalagi ketika beliau bertanya kepada Amr bin
‘Ash tentang suasana diatas kapal di tengah laut. Amr yang cerdas dan humoris
melukiskan suasana itu dengan cara yang agak dramatis. Bayangkan saja, ada
sebatang pohon yang terapung diatas laut yang berombak, sementara ulat-ulat
yang adalam dalam batang kayu itu berusaha untuk tetap bertahan dan tidak jatuh
atau terseret ombak. Begitu juga manusia-manusia yang ada di atas perahu atau
kapal.
Umar
bin Khattab tentu saja tidak buta dengan dramatisasi dalam deskripsi Amr bin
‘Ash itu. Tapi ia toh akhirnya menghentikan semua ekspansi yang harus melewati
laut. Ada alasan lain memang. Teritori mereka sudah terlalu luas, masyarakat
Muslim yang baru ini juga terlalu multi kultur. Persoalannya terletak pada
pengendalian. Tapi kemudian kebijakan Umar itu mengalihkan arah ekspansi ke kawasan
Asia Tengah dari arah Irak, sementara ekspansi ke arah Cyprus menuju
Konstantinopel dihentikan.
Inilah
kemudian yang menjadi pembeda dalam riwayat Umar dan Utsman. Sebab Utsman
justru melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi. Dan itu memicu penemuan
teknologi Maritim dalam sejarah peradaban Islam untuk pengembangan armada laut
pasukan Muslim. Dari situlah mereka berekspansi ke teritori terakhir Mesir,
Alexandria selanjutnya ke Afrika Selatan dan Utara, lalu membebaskan Cyprus dan
Rhodes. Itu diluar ekspansi yang berlanjut ke Armenia. Jadi hampir seluruh
koloni Romawi sudah jatuh ke tangan Islam sejak saat itu. Yang tersisa adalah
pusat kekuasaan mereka di Timur, Konstantinopel, dan di barat Roma. Putera
Heraklius, Constantine, bahkan dibunuh pasukannya sendiri di kamar mandinya di
Cyprus akibat kekalahan bertubi-tubi itu. Tujuh abad kemudian, dengan armada
laut pula Muhammad Al Fatih membebaskan Konstantinopel yang sudah terlalu lama
terkepung dan kesepian.
Peradaban
adalah sebuah narasi besar. Tapi para mujahid itu telah mengubah narasi besar
itu menjadi kapasitas besar. Maka mereka mengembangkan teknologi jihad untuk
mengimbangi narasi besar mereka. Teknologi berkembang mengikuti semangat jihad
mereka. Dan bukan hanya ketika ada teknologi baru mereka berjihad. Mereka
adalah para mujahid pembelajar. Lalu, takdir sejarah mempertemukan dua kekuatan
dahsyat itu; narasi peradaban untuk generasi penakluk. Jadi kalau kamu punya
cita-cita besar, kamu harus menjadi pembelajar cepat. Pembelajaran niscaya akan
mengubahmu menjadi penakluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar