Majalah
Tarbawi Edisi 213 Th. 11 Dzulqa’idah 1430 H/ 22 Oktober
2009 M
Bisakah kita membayangkan bagaimana dulu,
Adam dan Hawa, menjalani hidup ketika hanya mereka berdua yang menghuni bumi?
Mungkin mudah membayangkan bagaimana mereka mencari makan untuk menyambung
hidup, atau membuat rumah tempat mereka berteduh, atau membuat pakaian untuk
menutup aurat mereka. Tapi coba bayangkan bagaimana pada mulanya mereka
menemukan bahasa sebagai alat komunikasi mereka? Atau bagaimana pada mulanya
mereka mengenal satu-persatu dari jengkal tanah bumi ini?
Bagaimana mereka mengetahui atau menyepakati bahwa tempat mereka berjalan itu bernama
tanah, bahwa benda yang tampak jauh di ketinggian sana, yang berwarna biru
adalah langit, bahwa ada makhluk laindi dunia selain mereka yang bernama
binatang dan tumbuhan, bahwa ada lampu besar yang membuat hari-hari mereka
terbelah dalam terang dan gelap, dan bahwa ketika hari terang itu namanya siang
da ketika hari gelap itu namanya malam ? Tapi kenapa kemudian kita, anak cucu
Adam dan Hawa, bisa punya ribuan kata yang berbeda untuk satu benda ? Mengapa
kita punya banyak bahasa?
Lalu bagaimana pula cara kakek nenek kita itu
mengenal dunia yan mereka huni ini? Berapa luaskah dari bumi ini? Berapa
luaskah dari bumi, yang sekarang dihuni oleh sekitar 6 milyar anak cucunya,
yang bisa mereka jangkau? Bukankah bumi ini terlalu luas untuk mereka berdua,
dan karenanya bisa sangat menyeramkan? Lalu seperti apakah bumi dalam persepsi
mereka berdua; datar atau bulat? Indah atau jelek? Menyenangkan atau
menyengsarakan?
Begitu Adam dan hawa turun ke bumi ini, tiba-tiba
saja mereka menemukan dunia yang begitu berbeda dengan surga yang sebelumnya
mereka huni. Ini dunia baru. Sepenuhnya dunia baru. Tak ada satu yang ia tahu
disini. Sama sekali tak ada. Jadi apa yang pertama mereka lakukan? Belajar!!
Itulah yang mereka lakukan. Bukan makan dan minum. Dan siapa yang mengejar
mereka? Hanya Allah!! “Dan Allah mengajarkan Adam nama-nama itu, seluruhnya;
nama benda, perbuatan, pikiran, perasaan, nilai, dan seterusnya.
Jadi begitulah hidup pada mulanya dijalani:
dengan pembelajaran. Dan kemudian, seperti apa cara kita memahami dunia kita,
seperti itulah kelak kita menjalani hidup. Coba bayangkan, berapa ribu tahun
yang diperlukan manusia untuk sampai pada pengetahuan bahwa bumi ini bulat dan
bukan datar? Dan apa yang kemudia berubah dalam hidup manusia begitu mereka
sampai pada pengetahuan bahwa minyak adalah sumber energi? Dan apa kemudian
berubah dalam hidup manusia setelah pengetahuan itu?
Dan inilah kaidahnya: wajah dunia kita
berubah setiap kali kita menemukan satu pengetahuan baru, hidup kita berubah
setiap kali pengetahuan kita bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar