HIKMAH PAGI
☕️☕️☕️☕️☕️
*
BERBAKTILAH
KEPADA IBU
Hans (bukan
nama sebenarnya), bersama putrinya duduk bersimpuh di makam ibunya. Semua
peziarah kubur dan tukang-tukang kembang melihat pria ini kelihatan kehilangan
akan sosok ibunya.
Berhari-hari
ia duduk di samping makam itu. Tapi tidak ada yang tahu kalau yang dilakukan
Hans terlambat. Ia menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan berbakti
kepada ibunya. Suatu hari, ketika hendak menikah, Hans bilang kepada calon
istrinya bahwa ibu kandungnya sudah meninggal beberapa tahun lalu.
Ibunya pun
tidak mempermasalahkan itu. Sebab, ibunya juga menyadari apa yang telah
dilakukan Hans itu karena dirinya tak sempat merawat dan membimbing Hans.
Ibunya hanya bilang, "Nggakapa-apa Hans, yang penting kamu tetap mendoakan
ibu."
Orang-orang
di kampungnya mengetahui Hans telah menikah. Namun, mereka tidak pernah tahu
rupa istrinya. Hans bukan anak yang taat kepada ibunya. Birrul walidain-nya
kepada orang tua kurang bagus, kurang berbakti.
Sekian puluh
tahun silam Hans ditinggal wafat ayahandanya, kira-kira saat usia Hans 10 tahun
atau kelas 3 SD. Sepeninggal ayah Hans, ibunya memutuskan tidak menikah lagi
karena khawatir ayah tirinya tidak menyayangi Hans.
Hans tumbuh
bersama ibunya. Karena kasih sayangnya, ibu Hans melakukan apa saja yang
terbaik demi anak nya. Segala rupa dilakoni untuk menghidupi Hans, dari menjadi
penjahit, jualan es, jadi buruh pabrik, buruh migran di luar negeri, dan
sebagainya. Ketika ibunya kembali ke Tanah Air, Hans sudah menjadi anak yang
cerdas, bahkan bisa menembus salah satu perguruan tinggi terkemuka di salah
satu kota di Indonesia.
Entah
bagaimana hidupnya, suatu ketika Hans berubah. Ia kenal dengan salah seorang
perempuan kaya. Dan, Hans mengaku ia hidup sebatang kara. Jadi, istrinya tidak
tahu kalau ibunya Hans saat itu masih hidup.
Ini bukan
kisah di sinetron, saya bertemu langsung dengan sosok Hans. Ketika ibunya
wafat, Hans menyesal sekali. Sebab, Hans tak sempat mengenalkan anaknya yang
pertama kepada ibunya atau nenek dari anaknya. Mereka tak pernah melihat wajah
nenek atau ibu dari ayahnya.
Karena itu,
ketika ibunya wafat, Hans sangat menyesali kesalahannya. Ia menyesal
sedalam-dalamnya. Ia merasa telah menipu dirinya, istri, anak, dan semua orang
yang dicintainya. Ia telah berbohong. Dan akibat kebohongannya, ia sulit untuk
memperbaikinya.
Bahkan,
ketika ibunya sakit, ia tak jua datang untuk menjenguknya. Alasannya sibuk.
Namun, sebelum wafat, ibunya menuliskan surat yang ditujukan kepada Hans dan
hanya boleh dibuka saat ibunya sudah tiada.
Hans tidak
bercerita apa isi surat ibunya itu, tapi ia sangat menyesalinya. Itulah mengapa
pada akhirnya Hans bersimpuh berhari-hari di makam ibunya. Namun, terlambat, ibunya
tiada.
Sahabat
Republika, banyak pelajaran yang saya dapatkan dari kisah Hans ini. Banyak
kesempatan bagi kita untuk senantiasa berbakti kepada orang tua. Selagi mereka
masih hidup, janganlah lupa untuk selalu berbakti dan mendoakan ibu dan ayah. Bersimpuh
dan memohon doa kepadanya. Jangan sampai apa yang dialami Hans terjadi kepada
kita. Padahal, jasa ibu dan ayah sangatlah besar.
(sumber:Republika
edisi Senin, 22 Desember 2014 Hal. 1 Oleh Ustaz Yusuf Mansur)
Repost by
t.me/NgajiBarengYM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar