Seorang anak
muda naik bus… Dia lupa bawa duit. Tapi dia ga sadar, sampe kenek nyamperin
satu-satu, dan sampe ke bangku dia duduk. Ketika kenek minta uang sama dia,
baru dia tahu dia ga bawa duit. Dengan muka ga enak, anak muda ini bilang, “Ya
Allah, maaf ya Bang… Saya lupa bawa duit…” Katanya. Sambil tangan memeriksa
kantong. Kali-kali aja ada duit…
Kenek udah
sebel… “Hmmm… Pura-pura dah. Kebiasaan… Pake nyebut-nyebut nama Allah… Bilang
aja kalau bokek…”
“Bener
Bang…”
“Iye… Bener
bo-ong Luh…” Samber si kenek sebel…
Saat itu,
ada bapak di belakang yang nepak bahu si anak muda itu…
“Ketinggalan
duit ya De…???”
Dijawab sama
anak muda ini… “Iya Pak…”
Bapak ini
ngomong lagi, “Sama…”, he he he…
Anak muda
ini mesem, “Ah Bapak… Tepukannya udah nyenengin…”, katanya sambil mesem. Kenek
tambah kesel… Hhhh ada lagi…
Si Bapak ini
gantian mesem. “Saya bercanda…” Sejurus kemudian, dia merogoh kantong. 100
ribuan keluar dari kantongnya…
“Nih, buat
bayar saya dan dia,” kata si bapak itu sama ni kenek. “Kembaliannya, buat pak
kenek sama anak muda ini, bagi dua…”
Anak muda
ini kegirangan, “makasih Pak.”
“Makasih
Pak.” Tidak ketinggalan si kenek juga girang bener.
Nah, apa nih
yg sebenarnya terjadi? Inilah kisah tentang mata air …
Sekarang
kita belajar tentang mata air. Mata air di balik anak muda dan kenek ini.
Tentu saja
cerita di atas adalah rekaan. Anda ga usah berkernyit. Ini namanya
story-telling. Ada yang berdasar pada real-stories. Namun ini adalah kejadian
sehari-hari saudara semua. Cerita kita-kita.
Saya memakai
kisah ini untuk mengisahkan tentang mata air kehidupan saudara-saudara semua.
Gini ya. Kita-kita ini suka muncul sombongnya, “aku nya.” Bahwa keberhasilan,
kesuksesan, kejayaan, kemenangan, sebab diri kita. Ga ada tuh orang lain.
Apalagi Allah.
Seperti anak
muda dan kenek ini. Darimana berkah yang didapat sama mereka berdua? Dapat sisa
kembalian 100 ribu yang dibagi dua? Kalau saya mau memberi bobot lebih kisah
ini misalnya, saya katakan, bahwa dua-duanya bukan ahli shalat. Kacau dah
ibadahnya.
Tapi dalam
keadaan begitu saja, dia berdua masih dapat berkah, masih dapat kenikmatan
hidup. Ternyata memang ada orang lain, di luar mereka berdua. Anak muda ini
“nyimpen” seorang ibu yang senantiasa mendoakan dia. Sama, si kenek ini
menyimpan istri yang juga mendoakan.
Gimana?
Mulai paham yg dimaksud mata air?
Ngomong
pedes mah, sebab ga ada ibadahnya, maka Allah sejatinya “ga ngitung” si anak
muda ini, dan si kenek ini. Tapi sebab ada orang istimewa di belakang mereka
berdua, Allah masih kasih pertolongan. Nah, sebab itu lah kita ga boleh
sombong…
Dan sebab
itu pula kita kudu berbagi, kudu bersedekah. Agar air yang kita dapat dari mata
air yang hanya Allah yang tau, bisa dinikmati yang lain.
Dalam konsep
Spiritual Company, Spiritual Bisnis, saya dengan kawan-kawan pengusaha, atas
Izin Allah, senantiasa menekankan, bahwa bisa jadi sebab doa orang-orang di
bawah lah, sebab doa staff di bawah, perusahaan jadi jalan. Atau malah, sebab
doa istri-istrinya staff, anak-anak atau orang-orang tua mereka.
Kita coba
menafikan peran kita sendiri. Bukan untuk melemahkan. Melainkan untuk menjaga
jangan sampe jatuh kepada sombong, takabbur, lupa diri. Dan tentu saja, The
Great Mata
Air, selain orang tua, mertua, suami atau istri (keluarga), adalah Allah dan
Rasul-Nya…
Bisa apa
kita kalau ga ada Allah? Bisa apa pula kita kalau tidak Allah utus Rasul-Nya
untuk mengingatkan kita akan Allah.. Karena itu, ibadah adalah sesuatu yang
juga mutlak dilakukan. Ini contoh nih ya. Kita bisa tidur, sebab siapa? Panjang
tuh mata rantai mata air sampe kita bisa tidur… Ada peran tukang kasur, ada
peran tukang ini tukang itu. Panjang dah.Maka sudahkah kita berdoa buat mereka
yang berperan untuk kita bisa tidur? Kita hadiahkan doa untuk mereka.
Rasanya, ga
ya? Termasuk saya. Hmmm… Saya juga belajar loh ketika ngajar. Ya, saya coba
akan doakan mereka-mereka yang ada di balik semua nikmat. Dan tentu saja, Allah
ada di balik tidur kita banget-banget… Namun siapakah juga yang dilupakan…? DIA
juga...Allah ikut dilupakan.
Saking
enaknya tidur, maka ketika Raja Dunia, yakni Allah, turun ke langit dunia, dan
langsung ke kamar kita, kita asyik dengan tidur kita!!! Bangun shubuh pun
kesiangan… Lihat… Siapa yang dilupakan? Allah. Ternyata kita bisa bersyukur
dengan shalat shubuh di masjid.
Parah kan?
Nanti kalau kita dibiarkan tidur tanpa bisa bangun lagi, baru deh nyesel…
Kenapa begini kenapa begitu… Duh duh duh… Poko’e puanjang deh. Saya berharap,
tulisan ini hanya permulaan saja. Silahkan direnungi sendiri ya… Silahkan…
Ya Allah,
dengan kaki yang mana aku harus menuju kepada-Mu? Apakah dengan kaki yang
selalu berjalan menuju kemurkaan-Mu dan lari dari rahmat-Mu…
Ya Allah,
dengan mata apa aku harus memandang-Mu? Apakah dengan mataku yang sering
menikmati apa yang haram dan tak Kau sukai? Atau…? Ah…
Ya Allah
dengan mulut apa aku harus bermunajat kepada-Mu? Apakah dengan mulut yang
senantiasa berdzikir, senantiasa berkata baik, berkata benar. Atau?
Ya Allah…
Makin kutulis, makin terkuliti diri ini… Ampuni diriku dan sahabat-sahabatku
semua, berikut keluarga dan anak-anak keturunan kami.
Ampuni kami
ya Allah, sebelom tidurnya kami. Bukakanlah rizki yang halal, yang bukan
meminta kepada manusia, tapi lewat perniagaan yang halal.
Dan
jadikanlah pekerjaan dan usaha kami sebagai ibadah kami kepada-Mu. Rabb…
Izinkan kami menukar mata air dengan air tahajjud dan air shubuh..
Walaupun
kami tahu, ga bakal pernah tertukar dan tertebus… Rabb…
Sumber www.
yusufmansur.com
Repost
t.me/NgajiBarengYM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar