By: Anis Matta
Tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran.
Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian
bertahan dalam diri seorang pahlawan. Maka, ulama kita dulu mengatakan,
“Keberanian itu sesungguhnya hanyalah kesabaran sesaat.“
Risiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran
yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak
itu terus-menerus. Itulah yang dimaksud Allah SWT dalam firman-Nya, “…Jika ada
di antara kamu dua puluh orang penyabar niscaya mereka akan mengalahkan dua
ratus orang musuh. Dan jika ada di antara kamu seratus orang (penyabar),
niscaya mereka akan mengalahkan seribu orang kafir.” (Al-Anfal: 65).
Ada banyak pemberani yang tidak dapat mengakhiri
hidupnya sebagai pemberani. Karena mereka gagal menahan beban risiko. Jadi,
keberanian adalah aspek ekspansif dari kepahlawanan. Akan tetapi, kesabaran
adalah aspek defensifnya. Kesabaran adalah daya tahan psikologis yang
menentukan sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme kepahlawanan, dan
sekuat apa kita mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup. Mereka yang
memiliki sifat ini pastilah berbakat menjadi pemimpin besar. Coba simak firman
Allah SWT ini, “Dan Kami jadikan di antara mereka sebagai pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah
mereka selalu yakin dengan ayat-ayai Kami.” (As-Sajdah: 24).
Demikianlah kemudian ayat-ayat kesabaran turun
beruntun dalam Al-Qur’an dan dijelaskan dengan detil beserta contoh aplikasinya
oleh Rasulullah saw, sampai-sampai Allah menempatkan kesabaran dalam posisi
yang paling terhormat ketika Ia mengatakan, “Mintalah pertolongan dengan sabar
dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sunguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu.” (Al-Baqarah: 45).
Rahasianya adalah karena kesabaran ibarat wanita yang
melahirkan banyak sifat lainnya. Dari kesabaranlah lahir sifat santun. Dari
kesabaran pula lahir kelembutan. Bukan hanya itu. Kemampuan menjaga rahasia
juga lahir dari rahim kesabaran. Demikian pula berturut-turut lahir
kesungguhan, kesinambungan dalam bekerja, dan yang mungkin sangat penting
adalah ketenangan,
Akan tetapi, kesabaran itu pahit. Semua kita tahu
begitulah rasanya kesabaran itu. Dan begitulah suatu saat Rasulullah saw
mengatakan kepada seorang wanita yang sedang menangisi kematian anaknya,
“Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada benturan pertama” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Jadi, pahitnya dari kesabaran itu hanya permulaannya.
Sebab, kesabaran pada benturan pertama menciptakan kekebalan pada benturan
selanjutnya. “Mereka memanahku bertubi-tubi, sampai-sampai panah itu hanya
menembus panah,” kata penyair Arab nomor wahid sepanjang sejarah, Al-Mutanabbi.
Mereka yang meniiliki naluri kepahlawan dan keberanian harus
mengambil saham terbesar dari kesabaran. Mereka harus sabar dalam segala hal;
ketaatan, meninggalkan maksiat, atau menghadapi cobaan. Dan dengan kesabaran
tertinggi. Sebagaimana perkataan Ibnu Qayyim, “Sampai akhirnya kesabaran itu
sendiri yang gagal mengejar kesabarannya.“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar