Anis Matta
Seperti ketika Rasulullah SAW tertawa-tawa menyaksikan
Aisyah dan Saudah saling bertengkar dan saling menimpuk wajah mereka dengan kue
atau seperti ketika Ummu Salamah menjawab enteng pertanyaan Anas bin Malik
tentang Rasulullah SAW yang selalu refleks mencium Aisyah tapi tidak begitu
dengan beliau, kita semua belajar tentang sebuah fakta bahwa ternyata cinta
memang punya mekanismenya sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.
Pembiaran. Yah, pembiaran.
Mereka dengan sengaja membiarkan sebagian masalah itu terjadi. Dan tidak
memikirkannya. Apalagi menyelesaikannya. Karena tidak semua masalah memang
harus dipikirkan. Karena tidak semua masalah memang harus diselesaikan. Karena
memang ada banyak masalah yang selesai karena tidak dipikirkan dan tidak
diselesaikan. Persis seperti ketika kita membiarkan seorang bocah menangis dan
tidak menghiraukannya, ia akan berhenti dengan sendirinya. Sebab memang ada
”ruang pelepasan jiwa” yang mengharuskan kita “tega” menyaksikannya untuk lepas
bebas, sembari menanti dengan cukup “yakin” bahwa ia akan kembali tenang dengan
sendirinya. Bahkan misalnya ketika Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa menangis itu
bagus untuk kesehatan jantung anak-anak, sebenarnya menangis juga bagus untuk
perempuan, khususnya untuk kehalusan kulit mereka.
Jadi mekanisme pembiaran menuntut
adanya keyakinan dan sedikit ketegaan.
Pada tamsil yang lain
kita bisa belajar dari mekanisme kerja tubuh yang sehat. Badan sehat
menyembuhkan penyakitnya sendiri, khususnya penyakit-penyakit kecil. Selain
memiliki imunitas sebagai sistem perlindungan tubuh, badan sehat juga
menyelesaikan penyakit-penyakit kecil seperti flu, pilek dan demam melalui
istirahat atau tidur yang cukup. Jadi tidak semua penyakit harus dibawa ke
dokter. Walau itu tidak harus berarti bahwa bukan karena merasa sehat maka kita
merasa tidak memerlukan dokter.
Begitu juga cinta,
punya mekanisme pembiaran. Semacam toleransi bahwa masalah-masalah yang muncul
ini bukan suatu bahaya yang mengancam hubungan jangka panjang. Tapi hanya
riak-riak yang menghiasi keteduhan laut. Bahkan seringkali masalah-masalah itu
justru menyimpan berkah terselubung. Misalnya cemburu. Seringkali keluar ia
dibahasakan dengan tudingan dan tuntutan. Tapi sebenarnya kedalam ia membangun
kesadaran introspeksi diri yang lebih baik. Kenapa bisa begitu ? Karena cemburu
berbaur secara kimiawi dengan bahan dasar cinta, dicampur rasa malu, digabung
egoisme. Yang keluar cinta juga akhirnya. Walaupun mungkin sudah “babak belur”
dalam pembahasaan.
Jadi semua yang
tumbuh dari bibit cinta pada akhirnya akan berbuah cinta juga.
Ujian paling berat
bagi pecinta sejati adalah pada keyakinannya terhadap kesejatian cintanya
sendiri, dan keyakinannya pada kekuatan cinta untuk terus menerus melahirkan
kebajikan-kebajikan. Pembiaran adalah tampak manajerial dari keyakinan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar