"Sesat
tapi hati lega. Sesat tapi hati tentrem. Sesat tapi hati bahagia...? Sudah
begitu gelapkah hati kita?"
(@Yusuf_Mansur).
Apa-apa kalau tidak belajar, emang juga bisa tidak tahu. Tapi salah belajar,
juga bisa semakin tidak tahu. Ketika belajarnya adalah belajar yang salah. Atau
belajar sama yang salah.
Misal,
mencuri... Mencuri adalah perbuatan salah. Tapi ketika belajar bahwa "Toh
kalau Allah membiarkan kamu mencuri, maka itu adalah Kehendak-Nya", maka
tak apa. Maka tentu saja hal ini tidak bisa dibenarkan.
Belajar
bahwa "bersetubuh, bersenggama, adalah kebutuhan asasi manusia. Silahkan
saja. Lakukan. Jangan halangi dirimu melakukannya. Yang penting jangan lupa.
Pake kondom. Pake pengaman. Supaya kamu tidak kena penyakit. Mainlah dengan
safety." Tentu saja ini juga TIDAK DAPAT DIBENARKAN". Salah belajar.
Salah ngajar.
Banyak lagi
hal lain yang terjadi di masyarakat. Keliatannya bener. Ga taunya sesat. Salah.
Tapi hari ini terasa kita ga boleh menyalahkan. Apalagi menganggapnya sesat.
Sampe akhirnya manusia merasakan dampak keburukan dan kejahatan sesuatu yang
salah dan yang sesat, dibiarkan.
Hari ini
banyak sekali yang keliatannya indah. Tapi ternyata jelek sekali. Rusak sekali.
Parah akibat buruknya dan meruntuhkan keindahan asli yang sudah diberikan
Allah.
Tapi gegara
ga ada petunjuk. Ga nyari petunjuk. Ga mendapatkan petunjuk... Dari Yang Maha
Benar. Yang Maha Menjaga. Yang Maha Memiliki Kebenaran. Maka kemudian keindahan
palsu itu diterjang. Dijalankan. Dilakukan.
Akhirnya,
ketika keindahan itu kemudian tampak kebobrokannya, barulah terasa busuk dan
baunya. Menyesal, bisa jadi berguna. Selama masih ada umur dan ada kesempatan
dan izin untuk memperbaikinya. Nah yang harus dipikir, jika diri sendiri yang
rusak, yang merasakan kerusakan, maka ia bisa jadi bisa mengubah dirinya.
Tapi sebagai
manusia sosial, ia juga kudu mikirin dampaknya jika ternyata ia sudah merusak
diri orang lain. Apalagi jika kerusakan itu masif. Ia misalnya, mengajar,
mengajak, mendorong orang, untuk melakukan "keindahan", yang menurut
hawa nafsunya indah. Lalu orang lain melakukan. Dan "mereferensikan"
lagi keindahan palsu itu kepada yang lain... Nah... Ia juga harus ga selamat
sendiri. Harus juga mestinya, menyelamatkan yang lain.
Saya
bener-bener melihat sudah mulai kerusakan moral, mental, bahkan sebenernya
kejahatan kemanusiaan... Tapi kemudian disesatkan pikirannya, disesatkannya
hawa nafsunya, disesatkan kebodohannya. Akhirnya kerusakan itu malah dianggap
sebagai sebuah kemajuan dan peradaban baru manusia.
Saya ga tega
mencontohkannya di sini. Apalagi meneruskan tulisan ini dengan contoh-contoh
yang lebih menukik. Biarlah di lain kesempatan nanti pelan-pelan saya
contohkan. Sekarang saya mau berdoa kepada Allah. Agar Allah kasih petunjuk-Nya
buat kita semua.
Izinkan saya
meneruskan dengan hal yang lain. Tapi masih berkaitan...
Di halaman
kedua qs al Baqarah... ada "penyakit2" & "kerusakan2",
yg sifatnya laa yasy'uruun (لا يشعرون). Yang
orangnya tidak sadar. Nganggapnya baiiiiikkkk aja. Bennnneeeeerrr aja. Baik itu
perbuatan dirinya. Atau juga perbuatan orang lain. Padahal buruk dan salah.
Dan ada juga
yang laa ya'lamuun (لا يعلمون). Yang ia
tidak ketahui.
Karena tidak
tau, akhirnya gelap. Sesat. Salah. Buruk. Dan ga bener.
Krn itu Qs
al Baqarah juga diawali dengan alif laam miim (الم), & bcr
tentang the petunjuks. The gaidens. Dzaalikal Kitaabu laa roiba fiihi, hudal
lil muttaqien.
(ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين)
Al Qur'an
ini... Tidak diragukan lagi. Petunjuk... Bagi orang yang bertaqwa...
Semoga semua
bisa kembali ke Qur'an. Jd nyadar. Jd tau.
Tidak
sedikit pula... Udah mah ga nyadar. Juga sok tau. Dan sebagiannya lagi malah
berjuang untuk membuat orang tidak sadar. Dan membuat orang tidak tau.
Tugas
kita... Menyadarkan. Dan memberi tahu. Tugas yang lain adalah mendoakan. Agar
sadar. Agar tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar