By: Nandang Burhanudin
****
Lama tak bersua di
alam nyata.
Sungguh jiwa ini lama merenda.
Tentang hati yang terpatri cinta.
Pada sang wanita yang kini tiada.
Sungguh jiwa ini lama merenda.
Tentang hati yang terpatri cinta.
Pada sang wanita yang kini tiada.
Bila ditanya, apakah
bunda atau purnama.
Saat bersinar di waktu yang sama.
Kujawab, bila ingat bunda, purnama tiada.
Bila melihat purnama, kuingat bunda tercinta.
Saat bersinar di waktu yang sama.
Kujawab, bila ingat bunda, purnama tiada.
Bila melihat purnama, kuingat bunda tercinta.
Saat ia hidup diri
ini selalu waspada.
Jangan sampai ia meneteskan air mata.
Berusaha hindarkan sekecil apapun duka.
Bagiku, bunda memang wanita tiada dua.
Jangan sampai ia meneteskan air mata.
Berusaha hindarkan sekecil apapun duka.
Bagiku, bunda memang wanita tiada dua.
Denyut nadi
menghitung rindu bersua.
Deras menghujam bak air hujan menyapa.
Mengantarkan ruh berkelindan asa.
Rindu berpadu di lembah sajadah doa.
Deras menghujam bak air hujan menyapa.
Mengantarkan ruh berkelindan asa.
Rindu berpadu di lembah sajadah doa.
Saat kutanya, siapa
yang paling kau cinta?
Kau menjawab, yang sakit hingga sehat sedia kala.
Yang kecil hingga berubah dewasa.
Yang pergi hingga kembali ada.
Kau menjawab, yang sakit hingga sehat sedia kala.
Yang kecil hingga berubah dewasa.
Yang pergi hingga kembali ada.
Kau mencintai
semuanya hingga meregang nyawa.
Kau ajarkan kami cinta suci tanpa noda.
Kau adalah permata hati dan separuh jiwa.
Kau sungguh manusia paling berharga.
Kau ajarkan kami cinta suci tanpa noda.
Kau adalah permata hati dan separuh jiwa.
Kau sungguh manusia paling berharga.
22 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar