By: Nandang Burhanudin
Sepanjang sejarah, bangsa Arab pra-Islam hanya satu
kali mampu mengalahkan bangsa Persia. Yaitu dalam perang Dzi Qar di garis
perbatasan Irak-Iran. Selanjutnya, Persia benar-benar takluk di bawah komando
Amirul Mukminin Umar bin Khatthab r.a. dalam sebuah pertempuran yang masyhur
perang Al-Qadisiyah, saat kabilah-kabilah Arab bersinar terang dengan cahaya
Islam dan Nubuwwah Rasulullah Muhammad saw.
Saat bangsa Arab kembali ke era Jahiliyah, sedikit
banyak telah melupakan tuntutan baginda Rasul dan menyingkirkan cahaya Islam.
Bangsa Arab yang kemudian disebut sebagai Kaum Sunni, tak lagi mampu berdiri
tegak menghadapi kekuasaan Persia (Iran kini). Iran menjadi negara pensuplai
logistik bagi pasukan Koalisi Salib saat menggempur Afghanistan. Iran pula yang
mensuplai minyak dan logistik saat AS-Koalisi Zionis-Salibis menggempur Saddam
Husain, hingga Irak jatuh. Kini bekas ibu kota Khilafah dikuasai Syiah: Baghdad
dan Damaskus, porak poranda tak ada lagi yang tersisa. Kini yang tersisa adalah
Madinah dan Mekkah. Pusat turunnya Islam dan dakwah baginda Rasul, setelah
tempat Isra-nya baginda dikuasai Yahudi.
Koalisi Yahudi-Syi'ah-Salibis telah diprediksi
SYaikhul Islam Ibn Taimiyah 500 tahun lalu. Dalam Minhajus Sunnah, jilid 3,
halaman 337-338, Ibn Taimiyah mengatakan, "Jika Yahudi memiliki negara di
Irak dan lainnya, maka kaum Rafidhah (Syiah) akan menjadi penolong terbesarnya
(koalisi agungnya). Syiah selalu membeirkan loyalitas kepada kaum musyrikin,
Yahudi, Nasrani, dan menjadi penolong mereka memerangi orang-orang
Muslim."
Yang menjadi masalah adalah, mengapa bangsa Arab
Sunni terutama para penguasanya melupakan fakta sejarah di atas? Mereka diam
seribu bahasa saat kaum Sunni di Iran dan Irak digantung setiap harinya? Bangsa
Arab Sunni pun abai terhadap perilaku Iran yang menjajah tiga pulau milik
Emirates Arab. Pun bangsa Arab Sunni malah menjadi "budak" yang mudah
diatur oleh AS-Inggris yang notabene kepanjangan tangan dari Yahudi-Salibis?
Saya tak pernah tertarik berkunjung ke Iran. Hanya
Iran mampu menampilkan "jati diri" sebagai Republik Islam.
Wanita-wanitanya berhijab panjang hitam. Kaum laki-lakinya berpenampilan
sederhana. Para pemimpinnya menampilkan kebersahajaan. Kader-kader muda Iran
digodok untuk mandiri dan mampu mencuri ilmu sains teknologi dari Barat. Kedok
yang cukup menjadi penggoda kaum Sunni awam, untuk mudah direkrut dan dikader.
Lalu apa yang ditampilkan para pemimpin dan generasi muda Bangsa Arab Sunni?
Borjuis, permisif, jauh dari sains dan teknologi. Jika pun berdakwah, maka
dakwah yang disampaikan jauh dari cinta. Acap menyalah-nyalahkan siapapun yang
berbeda.
Oleh karena itu, kesesatan Syiah ditutupi dengan
tampilan luar yang wah. Negaranya saja, Republik ISLAM. Sejak revolusi
Khumaeni, Iran satu-satunya negara yang berani menantang AS-Israel. Walaupun
kita pun tahu, semua hanya kamuflase dan atas restu AS-Isreal. Lalu apa yang
terjadi dengan negara-negara Sunni, semuanya anti-demokrasi, penguasanya
diktator, rakyatnya ditindas penguasanya sendiri, berkuasa seumur hidup, dan
membebek AS-Barat. Sementara umatnya diarahkan menjadi "juru parkir"
dan "juru koar" yang tak produktif dan jauh dari inovatif.
Jadi, perilaku
inilah yang membuat Syiah Iran makin jaya dan jumawa. Kembali ke perkataan
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, saat Yahudi memiliki negara. Maka peran Syiah akan
sangat besar. Jadi perang Bangsa Arab Sunni tehadap Syiah Houtsi, adalah perang
yang akan menyedot energi Bangsa Arab Sunni. Sebab faktanya, kini AS-Israel
melelang negara-negara Teluk untuk hancur binasa. Setelah mereka berbagi-bagi
kue di Irak, Syiria, Palestina, Afrika, Mesir. Maka mereka pun tak akan ragu,
mengeringkan negara-negara Teluk untuk kemudian kembali mengembala kambing.
Semoga sadar!
19 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar