#SerialKepahlawanan Anis Matta
Jangan pernah menyangka bahwa seseorang pahlawan
selalu meraih prestasi-prestasinya dengan mulus, atau bahkan tidak pernah
mengenal kegagalan. Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh
sejarah dalam perjalanan menuju kepahlawanan. Karena itu, peluang kegagalan
sama besarnya dengan peluang keberhasilan. “Kalau bukan karena kesulitan, maka
semua orang akan menjadi pahlawan,” kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi.
Membebaskan konstantinopel bukanlah pekerjaan mudah
bagi seorang pemuda berusia 23 tahun setangguh Muhammad Al-Fatih Murad.
Pembebasan pusat kekuasaan Imperium Romawi itu, kata orientalis Hamilton gibb,
adalah mimpi delapan abad dari kaum muslimin. Semua serangan gagal meruntuhkan
perlawanan kota itu sepanjang abad-abad itu. Dan serangan-serangan awal
Muhammad Al-Fatih Murad juga mengalami kegagalan. Kegagalan itu sama dengan
kegagalannya sebagai pemimpin negara, ketika pada usia 16 tahun ayahnya
menyerahkan kekuasaan kepadanya.
Akan tetapi, bila Muhammad Al-Fatih kemudian berhasil
merebut kota itu, kita memang perlu mencatat pelajaran ini: “Bagaimana seorang
pahlawan dapat melampaui kegagalan-kegagalannya dan merebut takdirnya sebagai
pahlawan?”
Rahasia pertama adalah mimpi yang tidak selesai.
Kegagalan adalah perkara teknis bagi sang pahlawan. Kegagalan tidak boleh
menyentuh sedikit pun wilayah mimpinya. Mimpi tidak boleh selesai karena
kegagalan. “Dan tekad seperti ini akan merubah rintangan dan kesulitan menjadi
sarana mencapai tujuan,” kata Said bin Al-Musayyib.
Begitulah, tekad mereka melampaui kegagalan, sampai
rintangan yang menghadang jalannya tak sanggup menatap tekadnya, maka ia
tunduk, lalu memberinya jalan menuju penghentian terakhir dari mimpinya. “Kalau
tekad seseorang benar adanya, maka jalan menuju tujuannya pastilah jelas,” kata
pepatah Arab.
Rahasia kedua adalah semangat pembelajaran yang
konstan. Seorang pahlawan tidak pernah memandang dirinya sebagai Superman atau
Malaikat. Ia tetaplah manusia biasa. Dan kegagalan merupakan bagian dari tabiat
kehidupan manusia, maka ia “memaafkan” dirinya untuk kegagalan itu. Namun, ia
tidak berhenti sampai disitu. Kegagalan adalah objek pengalaman yang harus
dipelajari, untuk kemudian dirubah menjadi pintu kemenangan. Demikianlah
seharusnya kita mendefenisikan pengalaman: bahwa ia adalah investasi
pembelajaran yang membantu proses penyempurnaan seluruh faktor keberhasilan
dalam hidup.
Rahasia ketiga adalah kepercayaan pada waktu. Setiap peristiwa
ada waktunya, maka setiap kemenangan ada jadwalnya. Ada banyak rahasia yang
tersimpan dalam rahim sang waktu, dan biasanya tidak tercatat dalam kesadaran
kita. Akan tetapi, para pahlawan biasanya mempunyai cara lain untuk
mengenalinya, atau setidaknya meraba-rabanya, yaitu firasat. Mereka
“memfirasati zaman” walaupun ia mungkin benar mungkin salah, tetapi ia berguna
untuk membentuk kecendrungannya. Firasat bagi mereka adalah faktor rasional.
Perhitungan-perhitungan rasional harus tetap ada, tetapi keputusan untuk
melangkah pada akhirnya bersifat intuitif. Begitulah akhirnya takdir
kepahlawanan terjembatani dengan firasat untuk sampai ke kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar