ALLAH SELALU
ADA DI SETIAP KEADAAN
Apapun
penilaian akhir atas pemuhasabahan terhadap permasalahan kehidupan, ujiankah
ia, atau azab, yakinkan diri bahwa Allah selalu ada di balik semua keadaan.
Waba’du,
tulisan ini adalah bukan dimaksudkan sebagai ancaman bagi para pendosa; bahwa
mereka akan dikejar oleh perbuatan dosanya. Bukan. Justru sebagai tanda kasih,
tanda sayang dari kami, bahwa kejaran buruk perbuatan buruk bisa dihentikan,
dan segala rupa kesusahan bisa segera dihilangkan dari kehidupan kita. Caranya
dengan melakukan muhasabah dan kemudian melakukan pertaubatan yang diikuti
dengan sebuah upaya perbaikan diri dan amal saleh. Seperti kisah Luqman
berikut,
Luqman
bertutur tentang sebuah kelapangan menerima segala kejadian dengan kalimat yang
diajarkan Allah;
innâ lillâhi
wa innâ ilaihi râji’ûn
“Sesungguhnya
kita semua — dan apapun yang melekat di kehidupan kita, dan yang ada di sekitar
kita — adalah kepunyaan-Nya semata. Dan kepada-Nya lah kita semua akan
kembali.”
(Al Baqarah:
156)
Ketika kita
menyadari bahwa apapun di dunia ini hanyalah milik-Nya, bukan milik kita pada
hakikatnya, maka angin kesabaran — tidak mengeluh, tidak tenggelam dalam
penyesalan dan kesedihan — akan lebih mudah berhembus di hati. Ketika kita
sadari apapun kejadian yang menimpa kita sebagai bagian dari wujud perhatian-Nya,
dan menyadari selalu ada Dia di balik semua hal, tentu akan lebih mudah bagi
kita untuk melewati setiap permasalahan yang kita hadapi.
Sambil
merenggangkan dia punya badan, melepaskan sedikit kepenatan, Luqman berbisik
pelan kepada hatinya… “Bila engkau tidak mampu mengingat Allah di saat senang,
maka jangan salahkan Allah bila Allah mengingatkan engkau lewat pintu-pintu
kesusahan, sehingga engkau sadar bahwa Allah itu ada, dan engkau sadar bahwa
Allah patut diingat.”
Luqman
kemudian merenungi betul, dan mencoba memahami ayat berikut ini…
“Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami pada segenap penjuru
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa sesungguhnya
Dia adalah benar. Tidakkah cukup bagimu bahwa Tuhanmu sesungguhnya Maha
Menyaksikan segala sesuatu?”
(Fushshilat:
53)
Tapi Luqman
tiada henti memotivasi dirinya. Dia terus bisikkan kepada hatinya sendiri,
“Permasalahan apapun yang engkau hadapi. Entah itu bernuansa ujian, atau azab…
Allah Maha Kuasa untuk menolong, Allah Maha Kuasa menolong…”
Sementara
itu Luqman juga tahu benar apa yang Allah sembunyikan dari kemuliaan dan nama
baik yang ia dapatkan. Seseorang dilihat baik, karena Allah tutupi
kekurangannya. Luqman tahu bahwa sesungguhnya ia pun masih dalam upaya
menggeliat keluar dari rangkaian kesusahan yang bernuansakan azab. Itu dia
ketahui, karena memang dia tahu tentang perbuatan dirinya sendiri…
Allâhumma
anta rabbî, lâ ilâha illâ anta. Ana ‘abduka wa ana ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika
mastatha’tu. Astaghfiruka wa ‘aûdzu bika min syarri mâ shana’tu wa min
ghalabatid daini wa qahrir rijâli. Abûu laka bini’matika ‘alayya wa ‘alâ
wâlidayya wa abûu bidzambî faghfirlî fainnahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta.
Ya Allah,
Engkaulah Rabb-ku, tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakan
aku, karenanyalah aku hamba-Mu, dan aku akan berusaha untuk menjadi hamba-Mu
yang terbaik, semampuku. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu
dari akibat buruk perbuatanku dan kekecewaan orang. Aku akui semua nikmat yang
telah Engkau berikan kepadaku dan pada orang tuaku, dan aku akui pula segala
kesalahanku, karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni selain Engkau.
source:
yusufmansur.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar