JAJAL SAJA
Jajal dhuha,
sebab rasa syukur.
Jajal
tahajjud sebab rasa syukur.
Jajal
sedekah, sebab rasa syukur.
Bukan saja
karena kepentingan dan keinginan dunia. Lihat kalimatnya: “Bukan saja…”. Ya,
sebab tak mengapa juga sebenarnya.
Yakni tak
mengapa kita shalat malam, sebab pengen diangkat derajat oleh Allah, Puasa Daud
sebab pengen diubah jadi kaya… Dhuha sebab pengen dibuka rizki dan kemudahan.
Gapapa sedekah sebab pengen dibanyakkan rizki, tak mengapa, tapi jajal yang
berbeda. Yakni jajal Dengan semangat rasa syukur. Dhuha, sebab makasih sama
Allah, masih bisa menikmati pagi, bisa sarapan, bisa ngeteh, bisa kerja…
Kumpulin
semangat rasa syukur di pagi hari, apa aja yang bisa disyukuri, lalu ambil
wudhu dan shalat dhuha. Tahajjud, sebab juga rasa syukur, mendusin bangun,
suami/istri masih di samping. Anak-anak sehat. Lalu tahajjud. Thanks to Allah.
Sedekah,
bukan saja pengen dibanyakin rizki, tapi pengen bersyukur. Alhamdulillaah,
jantung sehat, ginjal bener, kaki tgn lengkap.
Baca Qur’an,
bukan saja pengen meraup pahala dan kebaikan, bukan saja pengen syafaat atau
pertolongan Allah, tapi karena juga rasa syukur. Dikasih mata, tangan, mulut,
maka kita brsyukur dengan membuka lembaran Quran dengan tangan, dan melihat
Quran, lalu membacanya.
Temukan
ibadah sebab rasa syukur. Nikmaaaaaattt rasanya… Temukan ya… Apalagi kalo bisa
bersyukur di kala sempit, susah, sedih… Syukur di saat senang, happy, banyak
uang, dapat modal, lulus sekolah, diwisuda, dan lain-lain kesenangan, terbilang
“biasa”.
Syukur yang
lebih hebat, adalah saat kebalikannya. Misal, paginya bercerai dengan suami,
dalam keadaan menyakitkan… Lalu ambil wudhu… Shalat dhuha… Ingin berterima
kasih untuk 7-8 tahun pernikahan… Dalam keadaan hati hancur berkeping-keping,
say thanks to Allah lewat shalat dhuha… Luar biasa…
Allah liat 7
hari ke depannya, istri ini tabah, kuat, ngga ada komplennya… Dan permintaanya,
pengen diampunin selama jadi istri… Maka awan pun segera berubah dan diubah
jadi biru. Teraaaaannnnggg hidupnya…. Keadaan serta merta berbalik…
Di hari
ke-8, suami yang sudah menceraikannya, balik lagi… Subhaanallaah… Maha Suci
Allah… “Maaf De… Ada barang saya yang ketinggalan…” Begitu kata suami yang
pekan lalu menjatuhkan talak. Kirain
setelah hidup penuh syukur, suami benar-benar kembali. Kembali rujuk. ngga
taunya ada barangnya ketinggalan, he he…
“Masuk aja
Mas… Masih kamarmu koq…”
7 hari
dilalui dengan penuh syukur… ngga ada benar-benar keluhannya. Bahkan shalat
malam pun, dengan rasa syukur. Hilang suami, malah dapat Allah.
Tiba-tiba
hadir lagi sosok yang sudah berusaha untuk dilupakan. Dan sosok itu permisi
masuk kamar, kamar yang penuh kenangan 7-8 tahun menikah…
Suami itu
pun pamit setelah ngambil barangnya. “Permisi ya De…”. Tanpa senyuman. Tanpa
sentuhan. “Ya Allah…
Sadar masih
ada wudhu… Ia balik lagi ke atas sajadahnya… Lagi-lagi pengen bersyukur… ngga
pengen komplain…
Ngga begini
nih… “Ngapain sih balik lagi?! Nyebelin banget. Cuma mau ambil barangnya…”.
Engga. Engga begitu.
Istri ini
memilih teruuuuussss bersyukur… “Makasih ya Allah… Bisa kulihat lagi wajah
suamiku…”.
Coba terusin
nih kisah… Kirim ke teamyusufmansur@gmail.com. Yang ngirim imel ke imel tersebut,
berupa terusan kisah. Kasih subject: #jajal.
Ok, sampe
ketemu lagi. Mudah-mudahan saudara termotivasi, terangsang, untuk menulis.
Salam
hormat,
@yusuf_mansur.
Jajal untuk
tidak ngomel-ngomel, ceritanya bersambung dan sambungin sendiri, he he.
Saya doain
semoga sendiri-sendiri jadi istri yang tabah, sabar, dan saudara jadi suami
yang ngga egois, ngga belagu
source:
www.yusufmansur.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar