Dinukil dan diselia dari "Menjaga Pencernaan"
Salim A. Fillah, 2015
Salim A. Fillah, 2015
***
Masih ingat dengan Imam
Asy-Syafi? Ya, si cerdas dari suku Quraisy yang luar biasa. Ada kisah lain
tentang beliau.
Imam Asy Syafi-nama aslinya
Muhammad ibn Idris-tinggal bersama sang ibu. Ia telah yatim sejak dalam
kandungan. Suatu hari, saat usianya belum lagi dua tahun, sang ibu
meninggalkannya sendirian di rumah dalam keadaan terlelap tidur.
Ternyata, sebelum sang ibunda
pulang, Muhammad sudah bangun. Dan tentu saja, menangis. Tetangga sebelah yang
kasihan mendengar tangisnya bergegas datang. Kebetulan ia juga sedang menyusui
bayinya. Maka disusuilah Muhammad hingga dia terdiam.
Tak lama, sang ibu telah kembali
ke rumah. Dengan bashirahnya yang begitu jernih, dia melihat ada sesuatu yang
berbeda pada pandang mata sang putra. Ya, aneh.
Maka dengan hati-hati ia bertanya
pada para tetangga. "Oh, tadi dia menangis, lalu kususui, kata salah
seorang tetangga. Setelah mengucap terima kasih, bergegas ia pulang.
Tanpa sepengetahuan para tetangga,
diangkatnya tubuh Muhammad, lalu dibaliknya hingga kepala sang putra ada di
bawah. Apa yang dilakukannya kemudian: Dikocoklah tubuh dan perut sang putra
dengan keras dan cepat sampai muntah. Beliau ulang ulang sampai yakin tak ada
air susu tetangga yang tersisa di tubuh sang putra.
“Saya hanya khawatir, tetangga
itu memakan makanan syubhat, lalu air susunya diminum anak saya, begitu
katanya.
Masya Allah.
***
Saya masih ingat waktu sering
main ke sebuah pesantren di Jawa Tengah, ada sebuah kitab yang unik. Talimul
Muta'allim judulnya. Artinya pelajaran bagi orang yang sedang/ akan belajar.
Yang paling membekas di benak
saya adalah, soal hubungan antara pencernaan dengan pemahaman serta pengamalan
kita terhadap agama. Thullab (santri-santri) yang suka makanan pasar, suka
makan di pinggir jalan, suka jajan sembarangan, hafalannya tidak akan pernah
jadi, pemahamannya tidak akan pernah baik.
***
Kunci ilmu iman, dan amal,
kesimpulannya, salah satunya ada di perut. Kalau pencernaan terjaga tidak ada
barang haram dan syubhat yang masuk, darah yang mengalir ke qalb, darah yang
mengalir ke otak, darah yang mengalir ke paru-paru, darah yang mengalir ke
telinga, ke mata, ke mulut, ke tangan, ke kaki, insyaAllah adalah darah bersih.
Darah suci.
Maka, di anggota badan mana pun
ia akan memancarkan kesucian. Hatinya tenteram; otaknya cerah; nafasnya
teratur: telinganya hanya mau mendengar yang baik; matanya hanya mau melihat
yang baik; lisannya hanya mengucap yang baik tangannya hanya bertindak yang
baik; dan kakinya hanya melangkah ke tempat yang baik.
Sebaliknya, barang haram yang
masuk ke tubuh membawa frekuensi neraka--'afwan agak kasar. Bagian tubuh yang
teraliri keharaman itu akan menjadi bagian tubuh yang mudah beresonansi dengan
gelombang-gelombang kemaksiatan yang memancar di mana-mana.
Jika saat lewat sebuah tempat
maksiat, kaki kita ingin sekali mampir jika di sebuah warnet, tangan seolah
bergerak sendiri untuk mengklik sesuatu; jika sesuatu lewat, mata kita seolah
tak mau beranjak dari memandangnya, maka ada yang perlu kita curigai.
Makanan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar