PEMBACA yang
saya hormati. Ini cerita tentang Haji Masa, seorang pedagang tanaman yang cukup
sukses dan soleh. Belum lama ini ia menjalankan apa yang disebut sebagai
menyediakan jalan-jalan kebaikan sebagai sarana mempersiapkan amal saleh yang
tiada terputus hingga yaumil hisab.
Haji Masa
membangun musala untuk umum di atas lahannya, di sebelah rumahnya. Menyatu
dengan lahan kurang lebih 4000 meter yang ia jadikan tempat berjualan tanaman.
Kebetulan,
tempat Haji Masa cukup strategis. Lokasi itu bisa menjadi tempat transit bagi
pengendara mobil dan motor yang ingin menuju Bintaro. Makanya ia pun mendirikan
Warung Soto Betawi. Sekalian, supaya orang bisa melihat-lihat dan membeli
tanaman, makan dan kemudian, bisa salat. Atau meminjam bahasanya Haji Masa,
tidak jarang orang sekadar melepas lelah di musala yang dibangunnya.
Saya juga
senang salat di musalanya Haji Masa ini. Konsepnya musala Betawi. Natural
banget. Di samping musalanya ada Kali Angke yang menambah kesan alami lahan
sekitarnya. Apalagi memang Haji Masa ini pedagang tanaman, maka tempat itu
semakin asri saja dilihatnya.
Haji Masa
pun membangun tempat tinggal yang enak dipandang, sebab bergaya Betawi banget
yang sudah lumayan jarang di tanah Betawi ini sendiri.
Ketika
berbincang-bincang dengan Haji Masa, saya
menyatakan kekaguman. “Wah, Haj, antum mah sudah punya simpanan nih buat
bekal di alam kubur.”
Maksud saya,
musala yang dibuat oleh Haji Masa, inilah bekal tersebut. Dan inilah kekayaan
yang sebenarnya. Kekayaan yang akan mendatangkan keselamatan buat kehidupan ini
dan kehidupan setelah kematian menjelang.
Haji Masa
nyengir, “Ah, ini mah biasa saja. Banyak yang lebih punya bekal ketimbang saya.
Lagian saya bangun musala ini enggak sendirian kok. Banyak orang yang juga ikut
terlibat.” Haji Masa merendah.
“Haj,
Rasulullah pernah bilang, bahwa barangsiapa yang mendorong orang melakukan
kebaikan, maka ia mendapatkan kebaikan seperti pelaku kebaikan tersebut, tanpa
mengurangi pahala keduanya. Dan yang Haji bikin itu bukan sekadar mendorong
orang untuk salat (karena bentuknya dan modelnya yang membuat orang betah
salat), melainkan bisa menjadi jalan kebaikan. Membuat musala berati
menyediakan lahan untuk orang salat. Dan pahalanya? Masya Allah, enggak akan
berhenti sampai hari penghitungan kelak.”
TANGGUNG
JAWAB
Adapun
kaitannya dengan urusan tanggung jawab salat terhadap lingkungan, ada komentar
Haji Masa yang cukup menarik. Kata Haji Masa; “Saya pernah kepikiran. Kita kan
jadi orang Islam bukan buat sendiri, tapi gimana caranya kita menjadi rahmatan lil’alamin.
Di antara
artinya, bukan untuk keselamatan sendiri saja. Termasuk urusan salat. Saya tuh
pernah mikir, saya ngajar nggak bisa,
saya mendorong orang salat juga nggak bisa, ya udah saya bikinin aja musala.
Kebetulan emang di daerah sini belum ada musala buat transitan orang. Dengan
cara begini, minimal saya sudah menunjukkan tanggung jawab ke Allah dan Rasul,
bahwa saya ikut bertanggung jawab atas salatnya lingkungan sekitar saya.
Minimal karyawan-karyawan saya. Syukur-syukur bila ada pelanggan atau tamu yang
ingin membeli tanaman saya pun bisa ikut salat.”
Subhânallâh,
saya bertambah kagum dengan jalan pemikiran Haji Masa. Memang, kata Rasul, kita
bertanggung jawab bukan saja atas salatnya diri kita sendiri, tapi juga
terhadap salatnya lingkungan di sekitar kita.
Apa yang
dilakukan oleh Haji Masa nampaknya bisa kita tiru. Apabila saudara menemukan
masjid dan mushala di sekitar lingkungan saudara sedang dibangun, bantu dengan
apa yang bisa saudara bantu. Dan jangan hanya membantu, melainkan juga ikut
memakmurkannya.
Semoga kita
semua bisa ditakdirkan Allah punya jalan-jalan kebaikan sebagai bekal amal kita
nanti di akhirat. (salam yusuf mansur/rf/o)
Repost by
https://t.me/NgajiBarengYM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar