Dinukil dan
diselia dari
"Dua
Hentakan Iman"
Salim A.
Fillah, 2013
***
"Ya
Rabb kami, sungguh telah kutempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tak
bertanaman didekat rumah-Mu yang dihormati. Ya Rabb kami, agar mereka
mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka, dan karuniakan pada mereka rizqi dari buah-buahan.Mudah-mudahan mereka
bersyukur" (Q.s. Ibraahiim [14]:37)
***
Maka
begitulah. Jalan cinta pejuang selalu meminta kita memahkotai cinta dengan iman
bercahaya. Ibrahim, kekasih Allah itu membuktikan cintanya. Demikian pula Hajar
isterinya. Kalimatnya menjadi proklamasi iman sepanjang masa. “Kalau ini
perintah Allah, sekali-kali Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami". Inilah
perasaan hati yang bergejolak menjadi keteguhan. Perasaan yang menggantungkan
diri pada Dzat Maha Tinggi, hingga melesat meloncati emosi-emosi. Inilah
iman.Tentu kita bisa membayangkan, sangat manusiawi jika Hajar tak terima
ditinggalkan begitu saja di gurun terik tanpa tumbuhan, tanpa makan, tanpa
kawan. Atau jika cemburu menguasainya lalu ia berkata, “Oh, jadi kau tinggalkan
kami di sini karena Sarah yang mandul cemburu padaku! Jadi kini kami disia-siakan
sementara kau akan bersenang-senang dengan isterimu yang lain”
Subhanallah.
Tentu saja Ibunda Hajar jauh dari akhlak semacam ini. Tapi mari kita
berandai-andai untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Hajar bukanlah
perkara yang mudah. Sama sekali tidak mudah. Dan jika keberatannya yang
manusiawi itu ia turutkan, tentu kita tak mengenal zamzam, tentu tak ada sai
antara bukit Shafa dan Marwa, tentu tak ada lempar jumrah, dan tak ada ibadah
kurban. Dan kita pun mungkin urung menambah lafaz shalawat kita pada sang Nabi
dengan, "Kamaa shallaita alaa Ibraahiim, wa alaa Aali Ibraahiim...”
***
Atau
pernahkah kita membayangkan ada versi lain dari kisah Hanzhalah yang dimandikan
malaikat: Panggilan jihad itu tentu sangat menyentak bagi sepasang suami isteri
yang baru tadi sore berwalimah. Nah, bagaimana jika di malam pertama itu sang
isteri merajuk berkata, “Kakanda sayang.. Ini kan malam pertama kita. Pasti
Allah dan Rasul-Nya memaklumi dan akan memberimu dispensasi.” Hanzhalah,
shahabat Rasulullah itu memang gemilang melalui malam pertamanya. Membersamai
isteri, sekaligus menjemput bidadari dengan syahid. Maka malaikat memandikannya
untuk bertemu sang bidadari, karena ia belum sempat mandi selepas membersamai
sang isteri.
“Kakanda
sayang.. Ini kan malam pertama kita. Pasti Allah dan Rasul-Nya memaklumi dan
akan memberimu dispensasi..." Subhanallah, betapa luar biasa kekuatan
kalimat ini. Ya, karena kalimat ini sangat pantas, sangat wajar, sangat
manusiawi. Mari kita berandai-andai lagi, dan kita akan temukan apa yang
dilakukan Hanzhalah danisterinya bukanlah hal yang mudah. Sama sekali tidak
mudah. Jika Hanzhalah gagal memahkotai cintanya dengan iman, tentu tak ada
kisah malaikat memandikan jenazah manusia.
***
Para
mukminah yang ditinggal suaminya berjihad di perang Tabuk itu juga dihadapkan
pada ujian iman. Inilah Jaisyul Usrah, pasukan yang penuh kesulitan.
Meninggalkan keluarga dalam ketidakmenentuan, cuaca yang ganas, juga bekal dan
simpanan yang tipis. Wanita-wanita munafik pun datang, bagaikan setan-setan
perempuan yang penuh cinta dan perhatian. “Bu.. Kok tega, ya suami Ibu
ninggalin di saat-saat semacam ini. Cuaca ganas, panen tak menentu, situasi
sulit, anak juga masih kecil-kecil. Ah, begitulah kadang laki-laki. Eh,
ngomong-ngomong, Ibu juga kok mau-maunya sih ditinggal pergi: Kalau saya pasti
nggak mau, keadaan lagi susah begini..."
"Innama
dzahabal Akkal", sahut para mukminah lagi shalihah itu, "Wa baqiya Ar
Razzaq." Ah, cerdas sekali. Untuk orang munafik memang harus dipilih
kalimat menghunjam, qaulan baliigha. Dalam bahasa kita, kira-kira para
shahabiyah itu berkata, “Bu, yang pergi itu tukang makan. Kalau di rumah
ngabis-ngabisin jatah. Yang Maha Pemberi Rizqi tetap bersama kami.” Apakah
mereka tak mencintai suami dan merasa terbebas dari beban ketika lelaki-lelaki
itu pergi: Bukan. Cinta itu sangat dalam https://t.me/salimafillah/961
Tidak ada komentar:
Posting Komentar