PENYESALAN
KE DUA
Bila sesal
yang pertama adalah ketika kematian datang. Maka sesal yang kedua ini
bertambah-tambah penyesalannya. Sebab saat ini, posisi diri sudah di dalam
neraka jahannam;
“Mereka
berkata, ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami. Dan kami mengakui
kami adalah orang-orang yang sesat.
Ya Tuhan
kami, keluarkanlah kami dari neraka ini dan kembalikanlah kami ke dunia. Maka
jika kami nanti kembali dalam posisi tetap sebagai kepada kekafiran, maka
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (al Mukminûn: 106-107).
Tapi
sebagaimana penyesalan pertama, di mana kalau ajal sudah sampai tidak bisa
diundur lagi, penyesalan yang kedua ini pun sama. Seseorang yang sudah
dibenamkan ke dalam neraka, sangat sulit untuk bisa keluar dari neraka. Kecuali
memang Allah menghendakinya;
“Allah
berfirman, tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara
dengan Aku.” (al Mukminûn: 108).
Wajar bila
Allah bertanya kepada kita, ketika kita masih saja tersesat dan tersesat;
“Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepada kamu sekalian, tetapi kamu selalu
mendustakannya?” (al Mukminûn: 105).
Mendustakan
ayat-ayat Allah tentu saja tidak selalu berkonotasi pendustaan lewat lisan
saja, melainkan lebih kepada sikap sehari-hari.
Maka
pertanyaan lanjutannya, masih layakkah kita mengaku menyesal? Tentu saja masih.
Kapan? Bila kita menyesal sedang nyawa masih di badan. Baru disebut tidak
layak, dan memang sudah tidak akan bisa, kalau kita menyesal, sedang nyawa
sudah berpisah dari badan.
Sementara
itu, saya tidak bosan-bosannya mengingatkan diri sendiri, bahwa orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Allah, tidak akan ada indah-indahnya hidup. Hidup
akan diombang-ambingkan kesulitan, dipermainkan permasalahan;
“Dan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti akan Kami tarik mereka
berangsur-angsur kepada kebinasaan, dengan cara yang mereka tidak
mengetahuinya.” (al A’râf: 182).
Karenanya,
ditemukanlah para pendusta Allah yang kehidupannya terpuruk, tersudut dan
berujung kehidupan gelap. Ini baru di dunia, apalah lagi di akhirat kelak;
“Bahkan
mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala
bagi siapa yang mendustakan hari kiamat.
Apabila
neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar
kegeramannya dan suara nyalanya.
Dan apabila
mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu,
mereka di sana mengharapkan kebinasaan (maksudnya mereka mengharapkan sudah,
mati saja, tanpa usah dibangkitkan lagi, saking besarnya azab).” (al Furqân:
11-14).
Kiranya
tidak ada pilihan lain, jika kita berposisi sebagai pendusta di hadapan Allah.
Punya rizki tapi pelit, badan sehat tak
mau shalat, kaya tapi zalim, berdagang tapi curang, pendiam tapi pendendam,
durhaka kepada orang tua, tidak suka disakiti, tapi suka menyakiti, dan atau
beribadah sama rajinnya dengan bermaksiat dan sebagainya, maka pastikan kita
kembali kepada Allah. Kembali secepat-cepatnya kembali sebelum ajal menjelang;
“Dan
kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi.
Dan ikutilah
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu sebelum
datang azab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya.” (az
Zumar: 54-55).
(salam yusuf
mansur/rf/ird)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar