NGOPI DI
BUKIT MENOREH
-tentang
sebuah Mushalla-
Oleh:
@salimafillah
Di antara
para pejuang, barangkali Teuku Umar yang pernah berucap lantang, "Singoh
beungoh, besok pagi, geutanyo mandum akan minum kupi di Meulaboh.. Atau syaheed
di jalan Allah.."
Inilah
"ihdal husnayain" atau satu di antara 2 kebaikan bagi mujahid dari
Aceh Barat itu; ngopi atau syahid. Dan Allah memilihkan gugur mulia di jalanNya
tuk beliau pada tahun 1899 itu, rahimahullah.
"Kelezathan
kupinya Thuan", kata Teuku Leubeh sang pengkhianat dalam film Tjoet Nja'
Dhien (1988) garapan Eros Djarot saat menjawab Kolonel Van Heutsz, kala ditanya
apa yang masyhur dari Aceh. Ini pula mungkin yang mengokohkan hubungan Nangroe
dengan Daulah 'Utsmaniyah. Kopi Turki yang amat terkenal itu, yang paling
istimewa dulunya dikirim Sultan dari kebun-kebun di Takengon.
Nah, izinkan
bincang kopi ini saya geser dari perbukitan Gayo di ujung utara Sumatera ke
Menoreh di tengah pulau Jawa untuk menemui seorang mujahid lain.
Pada Maret
1830 itu, dia turun dari perbukitan Menoreh, di antara pengaliran Sungai Progo
& Bogowonto. Agak pucat oleh malaria tertiana, masih dengan surban putih
serta berkalung sarung, dia hanya ditemani 2 abdi setianya, Banteng Wareng dan
Sotaruno. Tapi seiring langkahnya menuju Magelang, jumlah rakyat yang
mengikutinya berlipat dari ratusan hingga ribuan.
Saya jerih
membayangkan hidup lelaki ini.
Lima tahun
sebelumnya di Puri Tegalrejo, putra sulung Sultan Hamengkubuwana III ini punya
300 pekerja hanya untuk mengurusi kuda-kudanya, mewarisi persawahan &
perkebunan Ratu Ageng yang makmur, menjadi Pangeran paling kaya serta
berpengaruh. Sebagai Wali Sultan bagi keponakannya, Hamengkubuwana V, kala
kereta Mandrajuwala yang dinaikinya memasuki keraton, semua orang tertunduk.
Tapi dia
tinggalkan semua itu untuk keyakinannya; jihad demi tegaknya agama. Di Dekso,
kaki perbukitan Menoreh, ratusan 'ulama, ribuan santri, & tiga perempat
para pangeran Keraton menahbiskannya sebagai 'Sultan 'Abdul Hamid Herucakra
Kabirul Mukminin Khalifatu Rasulillah Ats Tsani Ratu Paneteg Panatagama Satanah
Jawa'.
'Abdul Hamid
I adalah nama Sultan Turki yang bertakhta saat kelahirannya, demikian pula
prajuritnya disusun dengan hierarki khas Janissarie, pasukan elit Daulah
'Utsmaniyah.
Di Dekso ini
pula salah satu kemenangan perang terbukanya dicatatkan. Pasukan Belanda
berkekuatan lebih 200 personil tewas ketika disergap kesatuan Turkiyo, Arkiyo,
dan Bulkiyo dari Menoreh dibawah komando Alibasah Kertopengalasan. Peristiwa
ini yang mengilhami salah satu lukisan termahal dalam sejarah balai lelang
Sotheby's Asia. Karya bapak seni lukis Indonesia modern, S. Sudjojono yang
berjudul "Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro" itu terjual
seharga 58,4 juta dolar Hongkong pada 6 April 2014.
Lima belas
ribu serdadu Belanda yang ditewaskannya, keuangan penjajahan yang dibangkrutkannya,
Jenderal De Kock yang frustrasi hingga harus menyusun siasat khianat baginya;
Menoreh adalah saksi hingga akhir bagi semua itu, sebelum makar jahat
menghempas-hempasnya ke Semarang, Batavia, Manado, & Makassar. Semua
tercatat dalam seribu halaman Babadnya yang dinobatkan UNESCO sebagai Memories
of The World.
Tempo hari,
saya digeret oleh Ustadz Cahyadi Takariawan bersama Balai Budaya Gambiran untuk
ngopi di bukit Menoreh. Ini bukan tentang ceritera bersambung 'Api di Bukit
Menoreh' karya S.H. Mintardja yang berlatar bangkitnya Kesultanan Mataram itu.
Tapi kami mengenang salah satu putra Wangsa Mataram yang terbesar, lelaki yang
kita kisahkan tadi, Pangeran Diponegoro.
Adalah Pak
Rohmat, pemilik Kedai Kopi Menoreh yang menjamu kami dengan kopi istimewanya.
Kopi Suroloyo, merujuk pada salah satu puncak perbukitan Menoreh, pernah
disebut oleh pakar kopi Garasi Penulis Pro-U, Ustadz M. Fauzil 'Adhim sebagai
'the best ever after' dari berbagai kopi yang pernah dicicipnya. Ini karena
karakternya yang "fruity", baik yang berjenis Arabika, Robusta,
Liberika, Excelsa, maupun Mocha, asal sangrainya tepat.
Yang
istimewa lagi, Pak Rohmat menyajikan kopinya dengan penampin kayu yang di
atasnya tersa ji juadah, juadah goreng, gebleg, tempe kemul, tape goreng, ubi
goreng, singkong rebus, kacang rebus, & pisang rebus. Dahsyatnya, semua
dalam ukuran sak-emplok, alias sesuap habis, menjadikannya teman ngopi yang
menggemaskan.
Saya
teringat Viennese Coffehouse yang juga masuk dalam daftar 'Warisan Dunia Tak
Benda' oleh UNESCO. Kebudayaan kafe ala Austria ini dideskripsikan sebagai,
"Sebuah tempat di mana ruang & waktu dikonsumsi, tapi hanya kopi yang
dicantumkan dalam nota tagihan." Meja marmer, air putih, & koran
adalah pelengkapnya. Dengan kue manis khas seperti Apfelstrudel atau
Sachertorte, tart cokelat yang diisi selai aprikot sesekali menemani, gaya
hidup berkopi ini mendunia.
Kedai Kopi
Menoreh Pak Rohmat kita harapkan juga mampu membentuk sebuah budaya kopi baru,
sebagaimana telah masyhurnya Warung Kopi bermadzhab Solong semisal di Ulee
Kareng, Aceh yang menyertakan timphan, bingkang, kue adee, kue bhoi, &
lainnya.
Para
penikmat kopi yang shalih & shalihah, ketika 'budaya warung kopi' ataupun
'kafe' menjadi identik dengan buang waktu & bincang kesia-siaan bahkan dosa;
penting juga kita mengembalikan kopi kepada ashalah nilainya ketika dibawa dari
Dataran Tinggi Etiophia ke kota Mukha' di Yaman oleh muslimin permulaan abad
ke-8. Kopi, sejak itu adalah sahabat ahli ibadah dan ahli ilmu. Ia menegakkan
punggung para 'abid agar kuat berlama qiyamullail. Ia pula menyangga mata para
'ulama serta pelajar untuk mendaras kitab & berdiskusi.
Nah,
semangat inilah yang hendak pula dihidupkan Pak Rohmat di Kedai Kopi
Menorehnya. Beliau ingin sekali memiliki sebuah Mushalla yang luas sebagai
fasilitas 'ibadah bagi para pengunjung. Bahkan mungkin juga nantinya, sebuah
perpustakaan yang menghidupkan suasana keilmuan.
Ini akan
melengkapi kebun kopinya nan asri yang dapat kita tinjau, serta air terjun
kecil yang amat indah tepat di bawah kedainya.
Tempo hari
kami berlama-lama menikmati kesyahduannya sembari merekam bincang kajian kecil
untuk Pro-U Channel di Youtube. Kembali ke Gazebo Kedai yang teduh, telah
menanti nasi liwetan dengan lodeh lompong, oseng buncis, orak-arik tempe,
baceman, & ayam kampung kukus.
Masyaallah.
Laa quwwata illa billaah.
Kedai Kopi
Menoreh Pak Rohmat terletak di Dusun Madugondo, Desa Sidoharjo, Kecamatan
Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo. Jaraknya hanya sekira satu jam perjalanan dari
pusat kota Yogyakarta.
Bagi
Shalih(in+at) yang berkenan turut bersaham dalam mewujudkan asasan tempat
ibadah ini, dapat mengirimkan cinta melalui Bendahara Panitia Pembangunan
Mushalla Menoreh:
Bank BRI
a.n Sofyan
Ari Subechi
no rek.
6632-01-001723-50-7
Semoga Allah
ridhai ikhtiyar mulia ini. Akhirnya, mengutip Mas Pepeng, barista KlinikKopi
yang amat disegani, "Kopi tanpa narasi hanyalah air berwarna hitam".
Narasikan kopimu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar