ROTI KOSONG
Bismillaah…
Ini tentang riya.
Dari balik
kemudi, seorang kawan menoleh ke kanan, “Kamu liat masjid itu. Kalau bukan
karena aku, ga ada pintunya.”
Beberapa
bulan yang lalu, masjid kekurangan duit untuk pintu masjid. Empat pintu masjid,
plus pintu-pintu kamar-kamar mandinya, aku yang pasangkan.
Mobil lalu
melaju, masjid pun tertinggal di belakang. Tidak kelihatan lagi dari balik
spion. Kawan ini masih menambahkan. “Saya kalau lewat masjid tadi, suka
tersenyum. Makasih dah dikasih kesempatan buat nutup biaya pasang pintu. Jadi
bisa beramal sebelom mati. Dan sejak itu, saya demen banget nanggung
pintu-pintu masjid. Saya datangi masjid-masjid yang sedang dibangun, lalu saya
sampaikan, pintunya biar dari saya saja. Jadilah kemudian masjid-masjid di
sekitar sini dan beberapa masjid di beberapa kota, pintunya dari saya.”
Kawannya
mendengar. Dia tidak terganggu dengan seluruh kalimat kawannya ini. Kecuali kalimat
kecil di awal. “Kamu liat masjid itu. Kalau bukan karena aku, ga ada pintunya.”
Ini yang dikoreksi sama kawan ini. Bukan semua kalimat.
Sebelom saya
sambung nanti, saya punya “hutang”, tentang amalan dari Wirda agar bisa mimpi
ketemu Nabi Muhammad SAW. (Baca artikel Mimpi Wirda)
Kata Wirda
saat 7 tahun umurnya, “Rasul ngasih tau ke Kaka, kalo mau ketemu Rasul, baca
Surah Muhammad…”
Begitu kata
Wirda. Nah, coba dah baca. Jangan-jangan malah ga tau ada nama Surah yang pake
nama Nabi. Baca juga artinya. Kalo bisa malah dihafalin kata Wirda, supaya
berulang-ulang bacanya, dan disimpen tuh surah di hati dan pikiran.
Tentang
riya, belajarnya ga bisa sekali jalan. Kudu santai, kudu dengan hati lapang.
Dan terus-terusan belajarnya. Jadi ga sempit.
Sekuel lanjutan
niy.
Seseorang
jalan menuju satu anak yatim yang dia ketahui lagi sakit. Dia tunggu malam agak
larut. Kira-kira jam sebelas malem, dia jalan keluar rumah. Menuju rumah yatim
tersebut. Dia ga kepengen ada yang melihat, ga kepengen ada yang tau. Pengennya
hanya Allah yabg tau amalannya. Dia masukkan selembar seratus ribuan ke dalam
amplop. Tanpa nama. Lalu dia bawa. Bulan dan bintang melihat. Pepohonan,
dedaunan, kerikil, pasir, pun melihat. Menjadi saksi keikhlasannya.
Di tengah
perjalanan, papasan dengan seorang kawan. “Mau kemana?”. Dijawabnya enteng,
“Nyari angin.” Lalu berlalu dari kawannya itu, tanpa ngasih tau mau ngasih duit
ke yatim di seberang sana.
Di depan
rumah yatim tersebut, ia masukkan amplop tak bernama ke selipan pintu bawah.
“Pagi-pagi mereka akan senang,” bisiknya. Kembalilah ia ke rumah. Puas hatinya.
Ia berdoa, “Amalku hanya untuk-Mu yaa Allah. Biar Engkau saja Yang Tau. Bahkan
aku tak berharap balas dari-Mu yaa Allah. Biarlah amalku untuk-Mu tanpa aku
berharap balas.”
Beginilah
tipe ikhlas yabg dikenal masyarakat Indonesia secara luas. Semua pun insyaAllah
sepakat, inilah ikhlas. Memang. Ya, memang. Ga salah. Luar biasa. Jalan
gelap-gelap, memberi tanpa diketahui, papasan tak buka rahasia. Dan tak ada
doa.
Jika ikhlas
hanya satu jenis seperti cerita tadi, maka hilanglah kesempatan banyak manusia
untuk beramal lebih. Ini yang saya sebut dengan roti kosong. Roti tanpa
mentega, tanpa keju, tanpa seres, tanpa susu, tanpa lain-lain.
Saya mah
mengerjakannya dengan “isi”. Maksudnya dengan doa. Doa itu permintaan dan
harapan. Nggak usah pake sedekah, doa itu boleh dipanjatkan. Betul… Doa mah
nggak sedekah juga tidak apa apa. Apalagi tentu kalau mau membarengi dengan
sedekah sebagai amal saleh penggiring doa.
Yang lain
yang tidak meminta sama Allah, akan pulang dengan membawa pahala sedekahnya
saja. Sedang saya dan jutaan orang yang meminta kepada Allah dengan mendahului
sedekah, akan pulang dengan membawa pahala sedekah, keyakinan dan pahala doa.
Doa juga ada
pahalanya loh.. Sebab meminta kepada Allah itukan doa. Muklishina lahud din,
ikhlas, nurut, manut, percaya, sama yang apa Allah gariskan.
Ikhlas dalam
bahasa Indonesia, jangan disamakan dengan ikhlas dalam bahasa Arab. Dalam bahasa
Arab, apalagi bahasa agama,kata kata ikhlas panjang artinya. Bukan kosongan
model pengertian ikhlas dalam bahasa Indonesia.
Kalau dalam bahasa
Indonesia kesannya seperti tidak boleh meminta apa apa. Masak sama Allah jadi
nggak boleh minta? Sedang kita malah disuruh minta sebagai sarana ibadah juga
sama Allah SWT. Siapa yang minta sama Allah, tandanya perlu. Semakin banyak
mintanya, semakin bagus.
Saya mah
nggak mau dengar omongan orang yang ngomong begini, “Jangan minta sama Allah
terus. Malu.” Maksudnya sih pasti bagus. Tapi saya benar benar nggak mau pakai
kalimat itu. Saya lebih suka pakai, “Minta terus sama Allah. Sering sering.
Tapi, jangan lupa amal salehnya, ibadahnya, tauhidnya. Diperbaiki.”
Yusufmansur.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar