@salimafillah
Dalam Kitab Ta'limul Muta'allim karya Imam Az Zarnujy, disebutkan
bahwa di antara pantangan penuntut ilmu adalah sembarangan makan dan mengudap
di pinggir jalan. Bukan haram, hanya kehati-hatian agar santri menjaga
kehormatan diri demi keberkahan ilmunya.
Maka bagi penuntut ilmu sejati, jajan perlu pertimbangan seksama dan
teliti. Ini soal wira'i. Soal harga apalagi.
Suatu hari, KHA Wahab Chasbullah Tambakberas dan KH Bisri Syansuri
Denanyar, dua ipar yang tak pernah akur dalam bahtsul masail tapi selalu
berrebut saling mengkhidmahi dalam pergaulan itu berkendara dalam satu mobil.
Perjalanan sudah cukup jauh dan perutpun terasa lapar. Melihat warung
makan di arah kiri depan, Mbah Wahab meminta sopir menepi. Beliaupun turun.
"Ayo makan dulu", ajak beliau.
"Ndak mau", kata Mbah Bisri. "Orang sarungan kok makan
di warung. Ndak wira'i. Mbok dijaga wibawa ilmunya."
"Bener ndak ikut?"
Mbah Bisri tetap duduk anteng di mobil. Tahu bahwa sebenarnya 'adik
kelas'-nya di Pesantren Syaikhana Kholil Bangkalan itu amat lapar, Mbah Wahab
memesankan nasi dengan lauk lengkap beserta minuman panas lalu meminta pelayan
warung mengantarkannya ke mobil.
Selesai makan, Mbah Wahab kembali ke mobil dan mendapati Mbah Bisri
masih duduk anteng. Tapi ada yang sedikit berbeda. Di bawah kaki kakek Gus Dur
dari pihak ibu itu, Mbah Wahab melihat piring dan gelas kosong menggeletak.
"Lho, habis?", kata Mbah Wahab terkekeh.
"Alhamdulillah", kata Mbah Bisri.
"Lha lebih ndak wira'i mana makan di dalam warung tertutup atau
di pinggir jalan meski di dalam mobil?", sahut Mbah Wahab terbahak. Mbah
Bisripun hanya bisa manyun. Rahimahumallaahu rahmatan wasi'ah.
Ada yang memotret saya dan Uda @malakmalakmal dalam perjalanan ke
tempat jajan. Jangan percaya bahwa ini menunjukkan keakuran, sungguh level
saling mengerjai di antara kami sudah sampai pada tingkat yang sukar
dijelaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar