@salimafillah
Hatim Al
Asham, mahaguru dan penasehat tulus dari abad ketiga hijriyah itu punya kisah
tentang mengapa beliau digelari "Al Asham" yang berarti "Si
Tuli".
Suatu hari
seorang wanita paruh baya datang ke majelisnya untuk menanyakan suatu masalah.
Tak sengaja, si ibu ini kentut dengan suara yang keras terdengar. Wajahnya memerah
dan dia menunduk dalam-dalam.
Ketika
dengan menahan-nahan malu dia memberanikan diri bertanya, Imam Hatim berseru
keras padanya, "Apa yang kau katakan? Aku kurang dengar. Coba ulangi dan
keraskan suaramu ya!"
Mendengar
ini, sang wanita merasa lega karena mengira Hatim tuli sehingga tadi beliau
tidak mendengar suara kentutnya.
Kalimat
"Coba keraskan suaramu!", lalu menjadi kebiasaan Imam Hatim selama 15
tahun ke depan. Ya, beliau menunggu sampai wanita penanya itu wafat, barulah
kembali menunjukkan bahwa pendengaran beliau sebenarnya normal dan baik. Selama
ini beliau berpura-pura tuli untuk menutup aib dan menjaga perasaan si ibu.
Telanjur sudah, beliau digelari Al Asham, si tuli. Dan beliau ridha atas itu.
Akhlaq
'Ulama selalu membuat diri ini bertanya, "Di manakah kita?"
Di foto ini,
Guru saya, KH. Noor Asnawi Cholil Plaosan, Allahuyahfazhuh, salah seorang yang
saya ketahui amat suka menulikan diri dari 'aib sesama. Ketika masih nyantri
dan didhawuhi ndherek beliau sebagai pembawa sandal dan tas, saya sering
menyaksikan bahkan di majelis para Kyai terkadang ghibah sesekali muncul.
Sikap
beliau?
"Alah
nyong ora krungu lah.. Nyong ora ngerti kiye." Maknanya kurang lebih,
"Ah, saya tidak mendengar. Saya tidak tahu itu." Dan takkan ada
pembicaraan tak baik yang beliau bawa keluar dari tempatnya. Semoga Allah
berkahi umurnya, panjangkan usianya dalam ketaatan, kebaikan, keshalihan,
keberkahan..
https://www.instagram.com/p/BIZ_tGNjKIe/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar