@salimafillah
Adalah Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits tentang shalat
sunnah qabliyah Maghrib dan menyatakan keshahihannya. Tetapi sungguh aneh,
belum pernah para muridnya menyaksikan beliau mengamalkan ibadah tersebut.
"Mengapa?", tanya mereka.
"Sebab penduduk Baghdad telanjur mengambil pendapat Imam Abu
Hanifah", ujar beliau, "Yang menyatakan tiadanya shalat qabliyah
Maghrib. Kalau aku mengamalkan hal yang berbeda, niscaya akan menimbulkan
keributan di antara mereka."
Meninggalkan suatu sunnah yang diyakini keutamaannya demi terjaganya
harmoni masyarakat ternyata adalah 'amal utama.
"Karena itu para Aimmah seperti Imam Ahmad atau yang
lainnya", demikian ditulis Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, "Menganggap
sunnah apabila seorang imam meninggalkan hal-hal yang menurutnya lebih utama,
jika hal itu dapat menyatukan makmum."
Inilah mengapa ketika Buya Hamka menyilakan KH Abdullah Syafi'i
berkhuthbah di Masjid Agung Al Azhar, adzan beliau minta dikumandangkan dua
kali. Ini pula mengapa, KH Idham Cholid tidak berqunut ketika tahu ada Buya
Hamka menjadi makmumnya dalam kapal yang mengangkut mereka berhaji, sementara
Buya Hamka justru berqunut karena tahu KH Idham Cholid ada di belakangnya.
"Demikian juga orang-orang yang menganggap melirihkan suara
ketika membaca basmalah (dalam shalat berjamaah) adalah lebih utama atau
sebaliknya", sambung Ibn Taimiyah, "Sedangkan makmum berbeda dengan
pendapat atau madzhabnya, maka dia boleh mengerjakan yang kurang afdhal demi
menjaga kemashlahatan persatuan. Hal ini lebih kuat dibandingkan permasalahan
mana yang afdhal dari kedua perkara tersebut, dan ini adalah baik."
Jalan sunnah adalah jalan tak suka ribut tentang khilafiyah
furu'iyyah. Jalan sunnah adalah jalan yang meminta kita tak perlu tampil
mencolok dan terlihat berbeda.
Adalah Imam Ahmad ibn Hanbal menekankan hal ini sampai soal
berpakaian. Beliau menegur seorang yang ditemuinya di Baghdad dalam keadaan
memakai pakaian penduduk Makkah.
"Tidak cukupkah bagimu pakaian yang biasa dikenakan orang
'Iraq?"
"Bukankah ini pakaian yang baik, pakaian dari tempat bermulanya
Islam?"
"Ya", jawab beliau, "Akan tetapi aku khawatir pakaian
itu menghinggapkan rasa sombong dan aku khawatir ia adalah pakaian kebanggaan
(libasusy syuhrah) yang dilarang oleh Rasulullah, karena dikenakan agar
pemakainya tampak menonjol di tengah khalayak."
FOTO: Rombongan @proumedia berbincang dengan KH Cholil Ridwan. Ummat
perlu anasir-anasir penyatu, perekat, perangkul, penyambung. Semoga Allah
berkahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar