@salimafillah
Dua orang faqih dari kalangan sahabat, ‘Abdullah ibn ‘Abbas dan Zaid
ibn Tsabit, Radhiyallahu ‘Anhuma, berbeda pendapat dalam banyak masalah. Salah
satunya soal faraidh atau penghitungan waris. Menurut Ibn ‘Abbas, sebagaimana
bagian cucu sama dengan bagian anak ketika dia tiada, maka bagian kakek sama
dengan ayah kala dia tiada, dan adanya kakek menghijab hak saudara. Tidak
demikian menurut Zaid. Bagi penulis wahyu kebanggaan orang-orang Anshar ini,
kakek berkedudukan sama dengan saudara. “Aku berani bermubahalah dengan Zaid”,
ujar Ibn ‘Abbas suatu ketika. ”Bagaimana mungkin dia bedakan bagian kakek
dengan ayah, tapi tetap samakan bagian anak dengan cucu?”
Tapi ketika ada kerabat Ibn ‘Abbas meninggal dan muncul persoalan
waris yang harus diselesaikan dengan memilih pendapatnya atau pendapat si faqih
Anshar; beliau justru mengundang Zaid untuk dimintai fatwa dalam
menyelesaikannya. Sebab dia tahu, si mayyit selama hidupnya lebih sering hadir
di majelis Zaid dibanding majelisnya.
Zaid pun datang. Setelah mendengar penuturan dari keluarga tentang
susunan para Ahli waris, beliau memutuskan perhitungannya menurut pendapat Ibn
‘Abbas, bukan pendapatnya, sebab beliau tahu orang ini berkerabat dekat dengan
Faqihnya ummat itu.
Ketika Zaid pamit, Ibn ‘Abbas bergegas menjajari tunggangan Zaid dan
menuntun baghal sang Mufti kota Nabi sembari berjalan kaki. Penuh ta'zhim
beliau bermaksud mengantar Zaid hingga ke rumahnya. Zaidpun merasa tak enak
hati dan . “Tak usah begitu duhai putra Paman Rasulillah ” ujarnya, “Aku malu
jika engkau yang menuntun kendaraanku!” “Beginilah kami diperintahkan”, ujar
Ibn ‘Abbas sambil tersenyum, “Untuk memuliakan para ‘ulama kami.” “Kalau
begitu”, tukas Zaid, “Perlihatkanlah tanganmu duhai sepupu Rasulillah !” Maka
Ibn ‘Abbas pun menunjukkan tangannya dan segeralah Zaid mencium serta
mengecupnya dengan penuh pemuliaan. Ibn ‘Abbas amat terkejut atas perlakuan ini
dan menegur Zaid, “Apa ini wahai sahabat Rasulillah ? Apa ini wahai penulis Al
Quran dan faqihnya kaum Anshar?” Maka Zaid tersenyum. “Beginilah kami
diperintahkan, jelasnya, “Untuk memuliakan keluarga dan Ahli Bait Rasulillah .”
FOTO jepretan Ustadz Mohammad Fauzil 'Adhim: Bersama Habibana Dr.
Salim Segaf Al Jufri; 'ulama sekaligus dzurriyyah Rasulillah . Maka si faqir
ini semoga layak menjadi bayangan di sisi kanan sahaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar