"Jalan
menuju Masjidil Aqsha adalah keridhaan Allah", tutur Ustadz Isma'il
Haniyah, "Dan ridha Allah adalah bagi orang-orang yang mau berjuang di
jalanNya."
Dan
orang-orang yang berjuang di jalanNya itu, yang dianugerahi Allah terbebasnya
Al Aqsha melalui tangan mereka, adalah orang-orang dengan akhlaq memesona,
bahkan bagi musuh-musuhnya. Merekalah cermin kita..
Yusya ibn
Nun, murid yang amat berbakti itu, dengan teguh menegakkan Taurat, menghukum
dengan tegas prajuritnya yang melakukan pelanggaran, menampilkan keberanian
yang dahsyat dan kasih sayang yang sangat.
Dan Yusya
ibn Nun adalah buah didikan adab yang agung dari Musa 'Alaihissalaam.
Abu 'Ubaidah
ibn Al Jarrah Radhiyallaahu 'Anhu dan sahabat-sahabatnya, menegakkan keadilan
yang membut kaum Nashrani Syam lebih rela dipimpin mereka daripada membela
Romawi yang seagama. "Jika para Ahli Kitab itu melihat mereka", ujar
Imam Malik, "Mereka akan berkata tentang Abu 'Ubaidah dan pasukannya:
'Mereka ini lebih baik dan lebih utama daripada Hawari-nya 'Isa."
Dan Abu
'Ubaidah adalah buah didikan adab Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam,
pula dalam arahan Al Faruq Radhiyallaahu 'Anhu yang membuat Patriarch
Sophronius takjub akan keadilan dan kebersahajaannya.
Shalahuddin
Al Ayyubi yang amat tabah, memenangkan peperangan Haththin siasat cermat dan
persiapan bertahun-tahun. Dia kepung Al Quds dengan keadilan dan dia ampuni
penduduknya dengan kasih sayang. Kisah tentangnya menjadi buah bibir para raja
dan pengikutnya yang berperang melawannya ketika pulang ke Eropa.
Shalahuddin
adalah didikan teguh Nuruddin Mahmud ibn 'Imaduddin Zanki dan generasinya, yang
tumbuh bersama para santri-prajurit hasil gembelengan zawiyah 'Abdul Qadir Al
Jailani yang berpandukan Ihya' 'Ulumiddin karya Hujjatul Islam Al Ghazali,
sebagaimana dituturkan Dr. Majid 'Irsan Al Kilani dalam Hakadza Zhahara Jiilu
Shalahidin wa Hakadza 'Aadatul Quds.
Mereka
adalah cermin-cermin permata, sampai Masjidil Aqsha merdeka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar