By: Nandang Burhanudin
****
Sedari awal kita patut menolak, pengkotakan Islam
berdasarkan jazirah, suku, geopolitik, ataupun kebangsaan. Nama-nama seperti
Timur Tengah, Balkan, Asia Tengah, dan seterusnya hanyalah rekayasa penjajah
untuk membumihanguskan Islam dari peredaran.
Termasuk salah satunya, sebutan
Islam Nusantara. Jika muslim yang berada di nusantara itu berbeda dengan muslim
yang di jazirah Arab atau Timur Tengah. Itu adalah fakta dan bagian dari
kekayaan umat Islam sendiri. Namun jika yang dimaksudkan Islam Nusantara adalah
antitesis dari Islam Arab dengan lebih spesifik Islam yang bersumber dari
kemurnian Al-Quran dan Sunnah, maka wajib ditolak.
Contoh. Tradisi
mudik, halal bihalal, lebaran ketupat, parcel Idul Fitri adalah khas Muslim
Nusantara. Di negara-negara Arab hal itu tidak ditemukan. Namun menjadikan
Muslim Nusantara mengubah cara ibadahnya yang sudah qath'i dan spesifik
dituntun AlQuran dan Sunnah, maka hal ini tak lebih dagelan sekularisasi.
Titik krusial adalah,
adanya 2 kitub yang bertolak belakang. Wahabi yang diidentikkan dengan
menjadikan Islam segala berbau Arab vis a vis dengan Muslim Indonesia yang
kental tradisi dan budayanya. Wahabi misalnya membid'ahkan ucapan minal'aaizin
wal faaizin, halal bihalal, termasuk ucapan mohon maaf lahir batin. Sementara
Muslim Nusantara berlebihan dalam menjalankan tradisi. Acara gerebeg Sawal,
sekatenan, memandikan keris atau kereta kencana, adalah hal yang tak ada
hubungannya dengan Islam.
Namun polarisasi
pemahaman nampak ditunggangi kaum Syiah, SEPILIS, aliran sesat. Targetnya
menjauhkan Islam dan umat Islam nusantata, dari dunia ekonomi, budaya, politik,
dan panggung kekuasaan. Maka visa dipahami ketika Wahabi itu dikonotasikan
dengan ormas, orpol, LSM yang anti Syiah, anti Ahmadiyah, dan anti hegemoni penjajah.
Sedangkan Islam Nusantara dirancang menjadi milik NU. Tapi NU yang melenceng
dari khitthah KH. Hashim Asyari.
Bagi saya, bukan
karena Nusantara Islam ada. Tapi justru karena Islam, Nusantara ada. Kita tolak
paham Wahabi yang selalu rigid dan jauh dari fiqh dakwah. Sebagaimana kita
tolak pahal Islam Nusantara yang Liberalis, Sekularis. Kita dukung Islam di
Nusantara yang dinamis, aktual, moderat, dan jauh dari anarkisme yang baru saja
dipertontonkan komunitas Muslim yang paling Nusantara itu.
Jombang, 7 Agustus
2015
06 Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar