Ketika
bercerita tentang keyakinan kepada Allah, saya adalah termasuk orang-orang yang
berusaha belajar meyakini bahwa Kekuasaan Allah itu ada, Pertolongan Allah itu
ada, dan keyakinan-keyakinan lain yang positif.
Saya males
mengikuti bayangan buruk pikiran buruk. Sungguhpun kadang kejadiannya memaksa
saya untuk berpikir buruk.
Misalnya
begini, saya punya urusan, lalu urusan itu kelihatannya tidak selesai. Malah
cenderung bertambah besar. Saya mahtetap saja maunya positif. Segera saja saya
banting kepada pemikiran, “Ga apa-apa masalah bertambah besar, asal dosa saya semakin
besar yang diampuni Allah. Ga apa-apa masalah bertambah besar, asal rizki juga bertambah
besar”.
Tapi
kemampuan untuk meyakini Allah dan berpikir positif itu memang setelah
mengalami sendiri pasang surut kehidupan, dan kemudian menerima
pengajaran-pengajaran tentang iman dan kasih sayang Allah dari orang-orang yang
positif memandang Allah dan kehidupan ini.
Ada seorang
kawan yang tambang emasnya direbut orang. Bayang-bayang jatuh miskin, sudah di
mata benar. Tambang emas yang baru saja diperpanjang hak tambangnya, dan sudah
ditanam investasi dari hasil hutangan baru, tiba-tiba saja harus direlakan
pindah tangan. Istilah-istilah hukum dan ekonomi modern, membuat dia harus
melihat dengan telanjang aset dan perusahaannya pindah tangan. Jadilah dia
kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan, penuh hutang, sendiri, gelap,
dan putus asa. Tapi, ups! Kata siapa?
Loh bukannya
tertulis begitu? Jadilah dia kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan,
penuh hutang, sendiri, gelap, dan putus asa. Ya, tapi kan yang nulis situ. Lah,
bagaimana sih ini? Ya, situ yang bagaimana? Koq maen nulis sendiri kesimpulannya?
Oh, belum selesai ya? Belum.
Yang benar,
bagaimana? Mestinya, ia kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan, penuh
hutang, sendiri, gelap, dan putus asa. Harus pakai “mestinya”. Sebab nyatanya
dia tidak. Loh, sampeyan ini siapa? He he he.Iseng saja. Biar nulisnya ga
jenuh.
Pengusaha
ini tetap tegar. Dia memang kehilangan banyak hal. Tapi dia belum kehilangan
semangatnya. Dia belum kehilangan ilmunya. Dia belum kehilangan buyer nya. Dia
belum kehilangan keluarganya. Dan yang lebih penting, dia masih punya Allah dan
Rasul-Nya. Itu yang membuatnya ga jadi merana dan ga jadi nestapa.
Subhaanallaah!
Tapi
berkembang ga tambang emasnya?Enggalah???!!! Ya, engga. Sebab nyatanya emang
susah.Dia rontok. Asli rontok. Mana perempuan lagi. Terus, jadi dong merana dan
nestapanya?
Kenapa sih?
Kayaknya kudu merana dan nestapa dulu ya untuk kemudian bangun, bangkit, dan
jaya kembali?
Ya habis
situ yang bilang dia akhirnya rontok. Terus mau kemana lagi dia?
Ke Allah.
Dia terus aja maju ke Allah. Dia memilih ga mau percaya bahwa dia bener-bener
habis. Dia terus saja berjalan.
Sekelilingnya
menertawakan dia. Mencemooh dia, sebagai pengusaha yang gagal, sekaligus
sebagai ibu dan istri yang gagal.
Ga kebayang
dah kalo kita yang menjadi dia. Hutang bank nya? Makin banyak. Dan tidak
sedikit yang sudah pindah tangan. Di sisi yang satu ini saja, dia menuai
musuh-musuh baru yang berasal dari keluarga. Beberapa aset yang disita adalah
aset keluarganya yang dijadikan pinjaman. Weh, repot juga ya?
Engga tuh.
Dia ga merasa repot. Wuah, itu mah namanya ga berperasaan.
Situ boleh
menyebutnya ga berperasaan. Tapi dia memilih menyebutnya sebagai pasrah. Ga ada
ikhtiarnya?
Nah ini
bedanya. Pasrah itu pekerjaan hati. Sedang ikhtiar itu pekerjaan fisik. Dan
otak barangkali. Ia pasrah dalam kendali Allah. Tapi tidak pasrah dalam
ikhtiar. Ia berdoa siang malam. Ia tetap berusaha mencari petunjuk sama Allah.
Hingga kemudian ketika tidak ada satu pun lembaga hukum yang bisa membantunya
sebab katanya kesalahan administrasi hukum dan ekonomi adalah kebodohannya saat
itulah pertolongan Allah datang. Ada satu peristiwa hukum dan ekonomi juga
antara dirinya dengan penguasa daerah dan pusat, yang menyebabkan rentetan juga
peristiwa hukum dan ekonomi yang berputar. Dengan kejadian itu, Allah
mengembalikan begitu saja asset yang sudah pernah diambil-Nya (kesejatian semua
kejadian), lewat tangan orang lain. Bahkan hebatnya nih, asset itu dikembalikan
Allah dalam hitungan yang berlipat-lipat baik dalam hal asset, permodalan,
maupun hal-hal lainnya.
Barangkali
ketika di tangan seterunya si pengusaha ini, sang seteru itu merasa sudah pasti
asset perusahaan tambang emas itu jadi miliknya. Jadi, ia kembangkan
mati-matian. Nyatanya, malah balik lagi ke pemilik asli. Bagaimana urusannya? Klir.
Rapih. Mereka-mereka yang sempat “mengadili”, menyaksikan kebesaran Allah.
Betapa Kuasa-Nya bekerja di kehidupan orang-orang yang kuat mentalnya.
Pengusaha yang sempat terjerembab ini sudah berhasil mempertahankan imannya. Ia
bahkan terdorong lebih lagi menuju Allah.
Akhirnya
apa? Akhirnya ia bangkit lagi.
Subhaanallaah
ya?
Yah, begitu
dah. Allah mempersiapkan kenaikan derajat pengusaha ini pada porsi-Nya. Tidak
ada training yang lebih hebat daripada training kehidupan di mana Allah
bertindak langsung menjadi Grand-Master Trainernya.
Subhaanallaah!
Maha Suci Allah yang tidak pernah salah dalam mengendalikan, menentukan, dan
mengatur sesuatu. Termasuk tentang kehidupan ini.
Insya Allah
mulai hari-hari selanjutnya, kita masih akan belajar tauhid.
Tapi sudah
mulai menukik ke urusan ibadah keseharian. Insya Allah. Yah, dua tiga hari dah.
Mudah-mudahan yang sabar ya belajarnya. Ajak-ajak juga saudara-saudara dan
kawan-kawan yang memiliki kemudahan akses internet untuk sama-sama ikut ngaji
di KuliahOnline.
Jangan lupa,
sebar luaskan ilmu yang didapat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar