Hanya
bersandar kepada Allah dan yakin pada pertolongan-Nya,kita menjadi kuat.
IS, sang
penjual nasi yang mendapat berkah tersebut, belum tentu mendapatkan berkah yang
begitu banyak, andai ada perubahan suasana hati.
Koq jahat
bener ya Allah? Hanya gara-gara perubahan suasana hati, lalu berkah amal saleh
Allah tidak beri. Ya memang ini akan jadi diskusi panjang. Mudah-mudahan bisa
dibahas di lain tempat.
Sekarang,
kita coba bahas IS tersebut.
Allah
menyuruh kita percaya pada-Nya, mengikuti seruan-Nya, dan bersandar hanya
pada-Nya. Lalu IS dan istrinya percaya pada Allah. Dia sedekahkan uang 1jt-1jt
nya yang ia punya, padahal uang ini sejatinya untuk bayar kontrakan dan bayar
ini itu.
Ternyata,
sampe hampir dua bulan, Allah ga balas-balas tuh amal salehnya. Setidaknya
menurut pengetahuan dan perasaannya. Kan, kadang begini, Allah sebenernya udah
balas, cuma kitanya aja yang ga berasa. Sebab belum tentu juga balasan Allah
itu hanya uang. Bisa juga balasannya berupa panjang umur, sehat, anak sehat,
keluarga bahagia, dan seterusnya. Tapi oke lah, IS dan istrinya menunggu
balasan Allah. Tapi ya itu tadi, balasan Allah ga kunjung datang.
Ketika
kesulitan relatif memuncak; Kontrakan udah mau habis, air susu anak sebagaimana
diceritakan sebelumnya sudah diganti dengan air gula, mereka berinisiatif untuk
meminjam kepada orang tuanya. Tapi mereka urungkan ini. Mereka khawatir mereka
menjadi lemah.
Saya
mengamini, ya mereka akan menjadi lemah, manakala mereka berpindah sandaran.
Mereka udah benar. Bertahan saja dengan kesusahannya itu. Makin susah, makin
baik. Biar Allah tahu bahwa mereka jadi tidak bisa bayar kontrakan sebab uang
kontrakannya disedekahkan. Biar Allah tahu bahwa anak mereka mengalah minum air
gula sebab jatah susunya disedekahkan.
Kondisi-kondisi
begini kalo dibawa ke shalat malam lalu diadukan ke Allah, wuah, cakep banget.
Bahasanya tentu saja bukan bahasa mengeluh. Tapi bahasa pasrah. Misal, “Ya
Allah, kami serahkan uang kami kepada-Mu. Sedang Engkau tahu tidak ada yang
kami miliki lagi kecuali itu. Dan Engkau pun tahu ya Allah, bahwa uang itu
sedianya untuk membayar kontrakan, susu dan yang lain-lainnya. Ya Allah, andai
balasannya adalah ampunan-Mu, kasih sayang-Mu, ridha-Mu, kepanjangan umur kami
dalam keadaan sehat dan beriman, maka tidak mengapa ya Allah Engkau tidak
membalas sedekah kami dengan uang. Tapi ya Allah, kami pun tahu bahwa Engkau
tidak akan mengingkari janji, dan Engkau lah Yang Maha Memberi Rizki, Engkau
pula Yang Maha Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan kami…”.
Nah, kalo
kita sudah melengkapi dengan doa semacam ini, dengan kepasrahan semacam ini,
cakep bener tuh. Sayang, kalo kemudian kita “melengkapi” sedekah atau amal
kita, dengan malah pindah sandaran ke manusia.
Saya
membayangkan, andai IS bener-bener minjam ke orang tuanya, bisa saja IS dapat
uang. Tapi kemudian pertolongan Allah tidak akan bener-bener terasa. Beda,
kalau udah setengah pingsan, kemudian pertolongan Allah datang, wah, ini baik
benar untuk menambah keyakinan dan iman kita. Akan terasa benar pertolongan
Allah itu.
Apalagi
kenyataannya, belum tentu ketika IS dan istrinya minjam ke orang tuanya lalu
orang tuanya menyediakan, atau orang tuanya ada uangnya. Belum tentu.
Jangan-jangan malah menjadi lemah kita adanya.
Misal,
terjadi dialog yang melemahkan seperti ini. Kita berandai-andai istrinya IS
yang maju ke orang tuanya:
(+) Pak,
boleh saya pinjam uang?
(-) Suamimu
kemana?
(+) Ada.
(-) Kalo
ada, koq minjem uang sama Bapakmu ini?
(+) Ada.
Tapi uangnya yang ga ada.
(-) Emangnya
ga kerja?
(+) Kerja.
(-) Koq
kerja ga ada duitnya? Buat apa kerja?
(+)
Sebenernya ada sih Pak.
(-) Loh,
kalo ada, koq masih tetap minta sama Bapak?
(+) Uangnya
disedekahkan dua bulan yang lalu.
(-)
Maksudnya?
(+) Ya, dulu
ada duit. Tapi ngelihat Ustadz Yusuf di TV.
(-) Apa
hubungannya?
(+) Katanya,
kalo mau kaya, ya sedekah apa yang kita punya.
(-) Wah, ya
engga gitu. Sedekah koq pengen kaya.
(+) Ya, saya
juga sudah sampaikan itu.
(-) Terus,
suamimu tetap maksa?
(+) Iya.
(-) Ya, sudah.
Itu kebodohannya.
(+) Tapi
Pak, saya butuh banget uang itu. Buat susu anak. Sama kontrakan.
(-) Ya,
minta sama suamimu itu. Berapa uang yang dulu kamu sedekahkan?
(+) 1 juta
Pak
(-) Bagus!
Bapakmu ini saja ga pernah dikasih uang 1 juta…
Nah, kalo
situasi dialog ini yang terjadi, kira-kira apa yang akan terjadi? Lemahlah
istrinya, dan tidak baguslah hubungan antara mertua dan mantunya itu. Bahkan,
sang istri pun sekarang akan jadi serba salah.
Tapi
kemudian IS dan istrinya memilih keep silent. Dia pasrah saja sama Allah. Ya
akhirnya kejadian dah apa yang diceritakan di tulisan sebelumnya ini. Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar