SEMUA ADA
WAKTUNYA...SEMUA ADA AKHIRNYA
(Bagian 2 habis)
Tidak ada
yang datang kepada Allah,kecuali Allah pun datang kepadanya.
Ada yang
berharap ketika ia datang kepada Allah, maka Allah betul-betul datang
kepadanya. Datang dengan segenap pertolongan dan kebaikan Allah. Dan Allah
pasti datang. Tapi memang Kehendak-Nya, bukan kehendak kita. Kita hanya bisa
memohon, bukan memaksa. Kita hanya bisa meminta, bukan mengatur.
Selain Ibu T
di atas, adalah Zaidi. Ia bercerita, ia tidak “nyampe-nyampe”. Ia mendekati
Allah dengan harapan dan doa agar Allah mau membayarkan hutangnya. Segala
riyadhah ia tempuh. Namun serasa tumpul benar. Maksudnya, hutangnya tetap ga
kebayar-bayar. Sama saja seperti dengan tidak datang kepada Allah. Malah datang
ujian-ujian baru kepadanya setelah sekian bulan mendisiplinkan riyadhah.
Seakan-akan membenarkan pandangan bahwa kalau mendekatkan diri kepada Allah,
ujiannya akan banyak.
Zaidi
bertanya seperti yang lain bertanya: Koq mengapa tanda-tanda bisa kebayar
hutang belum muncul juga? Koq ujian hidup bertambah berat? Koq Allah kayak
mengabaikan dia?
Saya
menyodorkan beberapa jawaban.
Pertama,
Allah sedang berkenan menyegerakan segala akibat buruk, dengan jumlah takaran
yang sebenernya sudah dikurangi jauh dari yang semestinya diterima. Biar
bagaimana, akibat buruk harus diterima. Inilah keadilan-Nya. Jika tidak mau
akibat buruk diterima setara dengan keburukan yang harus diterima, maka
bertaubat adalah jawabannya. Taubat yang sempurna. Yang serius. Juga amal
salehnya harus hebat. Kalau tidak setara, tetap harus ada yang dibayar.
Yang begini
ini, kurang disadari oleh seseorang. Katakanlah ia pernah berzina. Sedang
berzina itu “kontrak susahnya” harus 40 tahun. Atau malah katakanlah ia berzina
dalam keadaan ia menjadi suami atau istri dari seseorang. Hukumannya bagi yang
berzina dan ia dalam keadaan menikah, adalah hukuman mati. Bayangkan jika
sebenernya Allah masih kasih ia kehidupan. Andai pun sepanjang hidup ia pakai
untuk pertaubatan, dan penderitaannya ia terima sebagai satu kepatutan yang
menggugurkan dosanya, adalah wajar juga kayaknya. Dan itulah Allah. Allah Maha
Pengasih Maha Penyayang. Ia hukum hamba-Nya dengan memperhatikan segala
kebaikan diri orang itu dan diri orang-orang di sekeliling orang itu. Ada yang
Allah ringankan sebab ia punya anak yatim. Ada yang diringankan sebab ia pernah
membantu seseorang. Ada yang diringankan sebab istrinya mendoakan tanpa henti.
Ada yang diringankan sebab orang tuanya senantiasa memanjatkan doa untuknya.
Ada yang diringankan sebab anaknya sedang menuntut ilmu. Dan banyak lagi
pertimbangan Allah yang tidak kita mengerti kecuali hanya dengan jalan
husnudzdzan kepada-Nya. Baik sangka kepada-Nya.
Maka jawaban
yang berikutnya dari pertanyaan Zaidi di atas adalah justru seputar dosanya
sendiri. Bagaimana dosanya dia sebelum akhirnya kemudian berjalan menuju Allah,
menuju pertolongan-Nya? Tanyakan dengan jujur. Bila memang dosanya banyak
sekali, ya wajar saja kan? Ibarat tagihan dari amal keburukan, amal-amal
kebaikan kayaknya buat bayar dulu keburukan-keburukan yang ia lakukan selama
itu.
Bisa juga
dikaitkan bahwa Allah Maha Tahu. Nikmatin saja dulu “kedekatan” diri dengan
Allah, dan pembiasaan ibadah tersebut. Jangan-jangan, kalau Allah mempercepat
ia selesai dari masalah, malah nanti ga bisa istiqamah lagi ibadahnya. Keburu
sibuk lagi, dan keburu lupa lagi. Akhirnya, malah bermasalah lagi.
Anggap saja,
ibadah dan disiplin ibadahnya ini sebagai latihan keistiqamahan. Apabila nanti
hutangnya sudah terbayar, atau ia sudah kembali menjadi pengusaha yang sakses,
ia bisa tetap memelihara dhuhanya, bisa memelihara sunnah-sunnah qabliyah
ba’diyahnya, bisa memelihara seluruh amalan-amalan wajibnya. Hingga ia bisa
menempatkan Allah jauh di atas dunia yang ia cari, yang ia kumpulkan. Ini kan
jadi semacam Training-Camp buat dia. Belum lagi soal bala, soal keburukan, dan
soal kematian, andai ini bisa dijadikan jawaban yang ketiga. Maksudnya,
harusnya ia keluar dari masalahnya, hidup enak dan bahagia dengan amal-amal
salehnya. Namun, ia berumur pendek, dan ada bala yang lebih besar yang bakalan
datang. Lalu dua hal ini dihapuskan oleh Allah. Bila menyadari hal ini,
tambahin saja lagi load kebaikannya. Jangan ragu menambah volume ibadah. Makin
kenceng ujiannya, makin kenceng ibadahnya. Makin keras angin masalah yang
menerpanya, makin sungguh-sungguh ibadahnya. Jangan justru malah surut.
Jawaban yang
ke-empat, ada derajat yang lebih tinggi yang Allah siapkan untuk dirinya. Ya,
banyak yang lebih naik kehidupannya setelah kesusahan demi kesusahan ia alami.
Ada lebih banyak karunia Allah yang bakal diterima setelah kesulitan hidup yang
dihadapinya. Saya pribadi menyadari bahwa sungguh, ada karunia Allah yang
teramat besar di balik segala rupa kesulitan dan permasalahan hidup yang
dihadapi. Pada permulaannya, ia hanya butuh keikhlasan menerima hidup ini apa
adanya, memperbanyak syukur, berpikir positif, dan kemudian menumbuhkan iman
dan memperbanyak amal saleh.
Dunia, bila
terlalu dikejar, juga tidak akan mampu memberikan apa-apa. Dan lagian, setiap
perjalanan, termasuk perjalanan mencari solusi, pasti ada akhirnya. Insya Allah
jawaban akan Allah berikan. Baru saja beberapa bulan kan? Belum beberapa tahun?
Atau katakanlah, baru beberapa tahun. Belum bertahun-tahun. Sedang kalau kita
ingat dosa kita, sudah berapa tahun kita kerjakan? Jangan-jangan sepanjang kita
hidup, mulai dari akil baligh sampe sekarang ini, hidup kita banyak bener
dosanya. Belum sebanding sama amalan ibadah kita.
Percayalah,
setiap perjalanan ada akhirnya. Hanya karena bebannya berat saja, perjalanan
kita cenderung seperti lambat. Tapi, lambat pun, tetap berjalan. Sesungguhnya
tidak diam di tempat. Asal kita terus berjalan. Tidak berhenti.
Sekali lagi,
kejar saja perjalanan waktu dengan amal saleh, dan tetap husnudzdzan kepada
Allah. Tetap positif kepada Allah.
Sampe ketemu
di esai perkuliahan tauhid berikutnya. Kepada Allah juga kita memohon agar
Allah bukakan terus mata hati kita tentang Kebesaran dan Kekuasaan-Nya.
Baarokawloohu lanaa. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar