DURIAN
Saya masuk
dan melewati negeri penghasil duren (durian). Dan bertanya kepada yang ikut
satu mobil. "Kalo saya pengen makan duren malam ini, bisa?".
Kawan-kawan tertawa kecil. Kata mereka, ini bukan musimnya. Ga ada."
Sejurus saya
koq ingat soalan tauhid. Siapa yang menumbuhkan duren? Allah. Dan Allahu itu,
laa syariika lahu, ga perlu yang lain. Secara syareat, perlu ditanam, dari
biji. Jadi pohon. Membesar, berbunga, lalu berbuah.
Tapi bila
Allah mau? Wamaa amrunaa illaa waahidatun kalamhin bil-bashor. Semua akan Allah
hadirkan dalam hitungan kedipan mata saja. Begitu termuat di dalam akhir-akhir
Surah al Qomar.
Dan di ayat
yang lain, ayat yang sangat kita hafal, innamaa amruhuu idzaa arooda syai-an,
ay-yaquula lahuu kun fayakuun. Kalau Allah menghendaki saya dan kawan-kawan
makan duren, malam itu, ya Kun Fayakuun dah.
Lantas saya
mengajak semua berdoa. Dengan yakin ya. Begitu kata saya. Jangan ampe ragu.
Allah ga perlu musim. Allah juga ga perlu pohon untuk bisa membagi kita duren.
Saya lantas
kisahkan kisah makanan bagi Maryam, ibundanya Nabiyallaah 'Isa. Diturunkan dari
langit. Dan kami pun berdoa. Sederhana. Minta dikirimkan duren.
Alhamdulillaah
tausiyah berjalan lancar. Dan alhamdulillaah pula, sampe besok pagi kami pamit
pulang dan bertolak ke Jakarta, duren tetep ga ada. Doa tidak dikabulkan kah?
Ga masalah.
Bener-bener ga masalah. Toh bagi seorang mukmin, udah dikasih kesempatan,
waktu, dan bisa berdoa saja, itu sudah karunia. Ga mesti juga harus dikabul.
Kami
tersenyum. Makasih ya Allah. Orang lain hanya diberi kesempatan ngomong pengen
duren, dan kepengen duren, kami Engkau berikan kesempatan berdoa. Tentulah ini
jadi kebaikan di masa yang akan datang.
Sekitar
tiga-empat tahun kemudian, kisah ini saya kisahkan di Tembilahan, Riau. Hadirin
tersenyum. Dia pikir, kalau yang berdoa seorang ustadz, pastilah dikabul.
Nyatanya, engga dikabul. Duren, tetap tidak terkirimkan.
Sembari
ditarik hikmah, bahwa minimal tauhidnya udah bener. Allah ga perlu musim. Allah
ga perlu duren. Ga berlaku ketentuan dunia untuk Allah. Sementara, diyakinkan
pula, bahwa doa itu, tetap baik, dan jadi kebaikan. Meski tidak atau belum
dikabul.
Besok paginya,
rombongan bersiap pulang ke Jakarta. Panitia mempersilahkan kami sarapan.
"Pak Ustadz, semalam ada yang mengirimkan duren. Katanya, untuk Pak Ustadz
dan kawan-kawan sarapan. Pake duren," kata panitia, sambil tertawa.
Allahu
akbar, duren mentega, berwarna kuning yang tampak manis sekali, sudah terhidang
untuk kami makan. Subhaanallaah. Maha Suci Allah. Akhirnya Allah kabulkan.
Meski butuh perjalanan tiga-empat tahun.
Kepada
seluruh masyarakat Indonesia, bekerjalah, dan teruslah berdoa. Insyaa Allah Indonesia
ke depan bakal lebih baik lagi. Kepada-Nya kita meminta, dan kepada-Nya kita
harus bersabar dan berbaik sangka. Salam
Source :
Buku Allah dulu,Allah lagi,Allah terus
Repost n
Reshare by NgajiBarengYM
https://t.me/NgajiBarengYM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar