INSPIRASI
SIANG
☕️☕️☕️☕️☕️☕️
TEH MANIS :
MERAIH DUNIA DENGAN KESABARAN
Gula itu
selalu manis. Pasti! Manisnya gula gula selalu mengundang semut untuk mendekat
dan menjamahnya sehingga ada pepatah yang mengatakan, ada gula ada semut.
Keberadaan
gula dengan semut menjadi identik. Gula yang manis, apabila tidak terbungkus
rapi, mudah dijamah semut. Wajar kiranya jika kita berpesan kepada "orang
manis" untuk berhati-hati agar tidak hilang kemanisannya.
Layaknya
garam, gula juga menjadi teman sehari-hari manusia. Seakan tiada hari tanpa
gula dan garam.
Begitulah
gula. Ia hanyalah satu dari sekian ayat keberadaan Allah. Tuhan Yang Agung.
Lihatlah, bagaimana gula bisa saling melengkapi keindahan rasa, berpacu dengan
garam dan bumbu-bumbu dapur lainnya, "berkorban" demi apa yang
dinamakan kepuasan rasa manusia.
Luqman suka
sekali minum teh manis. Menurut penelitian yang pernah didengar Luqman, satu
sendok kecil gula yang dicampur dengan teh panas akan mampu merangsang badan
hingga mencapai kesegaran. Apabila diminum pada pagi hari, teh akan mengawali
kecerahan, dan apabila diminum pada sore hari, teh manis akan mengembalikan kesegaran
setelah kepenatan bekerja.
Dunia itu
ibarat gula : manis. Ia akan mengundang siapa saja yang ingin mereguknya. Hanya
dengan jalan kesabaran, keindahan dunia terasa indah.
"Dan
tiadalah ia dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tiadalah
ia dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan
besar."
(QS
Fushshilat [41] : 35)
"De...
De... teh manisnya mana?" tanya Luqman kepada istrinya, Maemunah.
"Tehnya
sudah dari tadi saya taruh dimeja"
"Wah...
kok nggak bilang dari tadi?"
"Saya
tadi udah bilang. Kakaknya aja yang terlalu asyik baca koran!"
Luqman
beringsut, melangkah ke meja.
"Waduuuh...!"
tiba-tiba Luqman berteriak kecil. Ia tertegun.
"Ada
apa?" tanya Maemunah kaget, sambil melangkah mendekat.
"Disemutin!"
Teh tersebut
dikerubungi semut. Hal biasa, seolah merefleksikan ungkapan "dimana ada
gula di situ ada semut." Rupanya, semut-semut itu "mendahului"
Luqman menyeruput teh manis di atas meja.
Ya sudah,
Luqman mengalah. Ia meminta sang istri membuatkan teh manis baru.
Satu hal
yang membuat Luqman tertegun adalah ketika ia pandangi kerumunan semut itu.
Semut yang "mendahului" Luqman mencicipi teh manis semuanya mati.
Tidak ada yang tersisa. Benar--benar tidak ada yang tersisa! Ada yang mati di
pinggir cangkir, ada yang mati di pinggir tatakan cangkirnya, dan yang
terbanyak mati di tengah cangkir. Mengambang di atas air teh manis tersebut.
Tiba-tiba ia
merasa ada getaran hikmah yang hadir di hatinya.
Kesia-siaan.
Itulah hikmah yang tersembunyi dari pemandangan pagi itu. Bagi para semut itu,
alih-alih mendapatkan makanan, alih-alih merasakan nikmatnya gula, malah
kematian yang didapat.
Semut mau
mendatangi teh manis karena "undangan tidak tertulis" dari manisnya
gula. Mereka memandangnya sebagai sebuah kenikmatan dan makanan bagi kehidupan
mereka; mengabaikan pertimbangan akal. (Lagipula, emang ada semut yang
mempunyai akal!).
Luqman pun
merasakan adanya petikan hikmah yang mampu menghujam relung-relung hatinya. Ia
sampai pada satu simpulan bahwa demikian pulalah nasib yang akan dialami oleh
orang-orang yang mengejar keindahan dunia tanpa mempertimbangkan kehadiran akal
dan menafikan keberadaan Allah sebagai pengawasnya. Apalagi kalau mengejarnya
dilakukan secara instan dengan cara memotong kompas. Semakin dikayuh dengan
cepat tanpa perhitungan yang matang, akan semakin lekas pula terempas.
Source:
Ustadz Yusuf Mansur
dalam Buku
Kaya Lewat Jalan Tol
Repost n
reshare by MuslimPreneur
Sukses
Bisnis Dunia Akhirat
https://t.me/MuslimEnterpreneur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar