IBUKOTA dan
DAGING CINTA
-kisah sate
klathak-
@salimafillah
"Jika
bendhe raksasa di Alun-alun Karta ditabuh, dalam waktu satu jam, 200.000 pria
akan berhimpun dengan senjata lengkap.. Di ibukota Mataram ini, setiap hari
disembelih 4000 ternak untuk keperluan pangan penduduknya.."
-Van de
Haan, Duta Besar VOC, 1623-
Jika dirunut
dalam sejarah Nusantara, barangkali Sultan Agung dari Mataram (1613-1645)
adalah pemimpin pertama yang menyadari pentingnya pemisahan ibukota
pemerintahan dengan pusat ekonomi.
Setelah Kota
Gede (di timur Yogyakarta sekarang) yang menjadi ibukota sejak 1575 dirasa kian
padat oleh kegiatan perniagaan di Pasar Gedenya, dimulailah pembangunan ibukota
baru yang disebut Karta di daerah Pleret, Bantul pada 1614. Ibukota baru yang
mulai ditempati pada 1622 ini mencakup Kedaton, istana berbenteng indah yang
menghadap ke Segarayasa, laut buatan hasil membendung pertemuan Kali Opak dan
Kali Oya. Di sini, dilakukan latihan perang laut untuk persiapan penyerangan
ketiga ke Batavia, setelah gagalnya penyerbuan 1628-1629 karena lemahnya armada
laut Mataram dibanding VOC.
Sayang, Raja
pemberani itu keburu wafat pada 1645.
Konsep
pemisahan ibukota pemerintahan dengan pusat ekonomi ini akan dipakai oleh
Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Malaysia, dan banyak negara
lainnya.
Daerah
Pleret, yang dulu menyembelih 4000 ternak untuk dimakan penduduk ibukota
Mataram, hingga kini dikenal sebagai pusat peternakan dan pemotongan hewan,
khususnya lembu dan kambing. Kambing memiliki kedudukan khusus, dengan
masyhurnya kuliner khas daerah ini; Sate Klathak. Di sekitar Jejeran saja, ada
puluhan pedagang yang menyediakan sajian ini.
Kekhasan
sate ini adalah daging kambing mudanya ditusuk dengan jeruji besi, bukan bambu,
menambah kematangannya dari dalam. Nyaris tanpa bumbu, rasa asli dagingnya
sangat terjaga, pun juga sehat. Dalam soal mempertahankan rasa daging ini, di
Hokkaido Jepang, ada Jengisukang; makanan dari daging domba yang konon dulu
kesukaan Jengis Khan, kaisar Mongol yang jaya.
Yang patut
kita perhatikan, masyaallah, ada kekhususan dalil tentang keberkahan kambing.
“Peliharalah
oleh kalian kambing karena di dalamnya terdapat barakah”. (HR. Ahmad)
Sayyidina
Abu Hurairah juga berkata, “Rasulullah pernah disuguhi kambing. Bagian kaki
diberikan pada beliau. Beliau menyukainya, menggigit, dan menyantapnya.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim)
Selama ini,
beredar khabar bahwa daging kambing buruk untuk kesehatan, meningkatkan tekanan
darah, juga berkolesterol tinggi. Pendapat ini dibantah oleh kami yang awam
dengan mengatakan, "Itu bukan kambingnya. Melainkan bumbu, santan, dan
cara memasaknya." Orang Yogyakarta akan menambahkan, "Makan Sate
Klathak ini jauh lebih sehat daripada Sate Buntel ala Solo yang dibungkus
lapisan lemak itu, disertai tongseng, dan gulenya."
Ya, bahkan
soal jenis kambing pun, Yogyakarta dan Surakarta yang sesama trah Mataram namun
berpisah sejak 1755 inipun beda selera. Di Solo, kambing kacang Jawa yang
berbulu hitam-coklat itu lebih utama. Di Yogya, kambing gibas yang lebih mirip
domba itu amatlah disuka.
Nah, para
ahli pun telah menjelaskan, justru daging kambing lah yang paling sehat
dibandingkan dengan lembu ataupun ayam. Kandungan proteinnya paling bagus
dengan semua asam amino yang diperlukan tubuh. Kadar lemaknya berrasio sehat.
Ikatan lipoproteinnya justru bermanfaat mengurai kolesterol jenuh. Zat besi dan
potasiumnya pas. Vitamin C tak teroksidasinya menjaga kelembutan kulit.
Struktur molekulnya paling memudahkan untuk dicerna.
Terakhir,
ditemukan bahwa bagian pusat syaraf yang mengatur sistem darah (NW18) terkait
dengan kawasan Thalamus (NW3). Thalamus berfungsi sebagai penjaga kasih sayang.
Sistem darah yang sehat dan kuat akan memastikan bagian Thalamus juga kuat dan
membantu menciptakan perasaan kasih sayang.
Jantung akan
kian lebih lembut dan halus pergerakannya ketika menerima kolesterol daging
kambing. Jantung yang lembut menciptakan perasaan tenang dan gembira. Jantung
yang lancar pergerakannya mudah tersentuh dan terpesona oleh sesuatu yang
menyentuh perasaannya. Jadi daging kambing ini membahagiakan dan memicu rasa
cinta. Masyaallah.
Selamat
mengittiba' sunnah makan ini, yang Rasulullah pun memang hanya sesekali. Semoga
pulang tanpa efek samping, hanya efek ke depan untuk semakin penuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar