@salimafillah
Bukan. Ini juga bukan tentang pertanyaan yang sering mencekat
tenggorokan melebihi nastar kadaluwarsa. Bagi sebagian kita, mendapat soalan
ini bagai rundungan awan kelabu yang menodai pelangi ceria hari raya.
Kepada para bujang; jodoh sudah tertulis di Lauhil Mahfuzh. Hanya cara
kita mengambil menentukan bagaimana Allah memberikannya. Yang dijemput dalam
ridhaNya, betapa lembut uluranNya. Yang menyahut pasangan dengan murkaNya, ah
tentu akan berbeda rasanya.
Di anggitan ini, saya hendak mengingatkan para Wali anak gadis; ayah,
kakek, paman, kakak, adik lelaki dan seterusnya, bahwa tugas mereka soal calon
suami para akhawat itu bukan hanya untuk menjadi juri, melainkan panitia
seutuhnya.
Inilah 'Umar ibn Al Khaththab yang menantunya, Khunais ibn Hudzafah As
Sahmi gugur di Perang Badr. Maka Hafshah pun menjadi janda. Ketika wanita mulia
yang baru berusia 18 tahun itu habis masa 'iddahnya, sang ayah bergegas
mencarikan suami shalih baginya.
Pertama, 'Umar menjumpai lelaki terbaik ummat, Abu Bakr. Tapi Ash
Shiddiq hanya diam dan terus diam dengan segala tawaran 'Umar untuk menikahi
Hafshah. Bingung menyikapinya, 'Umar beralih pada sang muhajir ganda, 'Utsman
ibn 'Affan.
"Ya 'Utsman", ujarnya, "Masa 'iddah Hafshah setelah
gugurnya Khunais telah usai dan dia putriku yang amat kusayangi. Adapun istrimu
Ruqayyah binti Rasulillah juga baru saja meninggal. Bagaimanakah pendapatmu
jika seorang duda yang baik menikahi seorang janda yang baik?"
'Utsman tampak terkejut dan malu dengan tawaran terus-terang itu.
Segera setelah menguasai diri, dia berkata, "Berikanlah aku waktu untuk
memikirkannya."
Waktu tiga haripun diberikan, tapi ketika jawaban dihulurkan, 'Umar
kembali menangguk kecewa. "Dalam waktu dekat ini, kurasa aku belum bisa
memikirkan pernikahan lagi."
"Tak mengapa", sahut 'Umar dengan hambar.
"Ya Rasulallah", adu 'Umar di kesempatan berjumpa,
"Telah kutawarkan Hafshah kepada 'Utsman, tapi 'Utsman menolaknya."
"Semoga Allah karuniakan kepada Hafshah", sahut Sang Nabi
sambil tersenyum, "Lelaki yang lebih baik daripada 'Utsman. Dan semoga
Allah karuniakan kepada 'Utsman, wanita yang lebih baik daripada Hafshah."
Dan berlakulah takdir Allah. 'Utsman dinikahkan oleh Sang Nabi dengan
Ummu Kultsum, adik Ruqayyah. Adapun suatu hari, Rasulullah menggandeng tangan
'Umar dan berkata, "Bagaimana jika aku yang menikahi Hafshah?"
Itu salah satu hari paling membahagiakan dalam hidup 'Umar ibn Al
Khaththab, sang ayah yang tahu hakikat menjadi Wali.
Saat walimah pernikahan Hafshah dan Rasulullah digelar, Abu Bakr
mendekati 'Umar. "Apakah kau masih kesal dengan sikapku kemarin?"
"Tentu saja", sahut 'Umar. Sikap lelaki yang tidak jelas itu
menjengkelkan.
"Sebenarnya aku sangat berminat pada tawaranmu."
"Kenapa tidak kau katakan?"
"Karena aku mendengar bahwa Rasulullah juga bertanya tentang
Hafshah."
"Itu juga kenapa tidak kau katakan?"
"Karena aku takkan pernah membuka rahasia Rasulullah pada
siapapun."
Persahabatan mereka sangat dahsyat bukan?
Nah, kepada para akhawat; sampaikan kisah ini kepada kakak lelaki.
Lalu katakan misalnya, "Bang, tukeran teman yuk!"
"Maksudnya?"
"Teman Abang yang shalih buatku. Temanku yang shalihah buat
Abang. Skenarionya kita atur nanti ya."
Atau sampaikan kisah ini pada Ayahanda, lalu katakan pada beliau di
pagi Jumat, "Nanti kalau shalat Jumat, perhatikan shaff depan ya Bah.
Kalau ada yang shalih, ganteng, duduknya khusyu', nyimak khuthbahnya nggak
ngantuk ajak lah ke rumah untuk makan siang ya."
Atau sampaikan juga pesan itu pada Kakek kita. Tapi untuk kakek
tambahkan pesan tentang umur. Karena kakek bisa salah faham dan yang diajak
pulang seusia beliau semua. Jalau diprotes ngelesnya, "Ya kalau shaff
pertama isinya sebeginian semua, Cuk.."
Saya tuliskan ini, karena sering beberapa rekan akhawat bertanya
bagaimanakah ikhtiyar menjemput jodoh bagi pihak yang biasanya pasif ini dari
sisi Allah. Di tengah antara ekstrem hanya menanti dalam doa dan ekstrem lain
yang berani menawarkan diri pada lelaki shalih yang diyakini, semoga jalan
tengah ini salah satu so
lusi.
Sampaikan pada para Wali.
FOTO: Saya, kedua dari kiri, zaman di mana bernasyid jadi selingan
perjuangan. Yang bersama saya itu, dari kiri, kini Anggota DPRD Kota
Yogyakarta, Dokter Spesialis Anestesi, Dokter Spesialis Urologi, Dokter
Spesialis Patologi Klinik, Psikolog dan Konselor Remaja, dan Tenaga Ahli sebuah
BUMN ternama. Tapi di masa itu, saya yakin jarang yang berani menjadikan kami
menantu.
— di Desa Srikayangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar