PAKAIAN dan
JOMBLO
@salimafillah
“Di antara
kalimat kenabian yang mula-mula adalah”, demikian sabda Rasulullah ﷺ yang
dirakam Imam Al Bukhari, “Jika kau tak lagi malu, berbuatlah sekehendakmu.”
Maka malu adalah sikap terhormat yang senantiasa dimuliakan dalam semua
risalah. Dan salah satu penanda paling lahiriah dari rasa malu kita adalah
pakaian yang kita kenakan.
“Hai anak
cucu Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk
menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
itulah yang paling baik..” (QS Al A’raaf [7]: 26)
Allah
menggunakan kata “menurunkan”, sebab -wallaahu a’lam-, sungguh ia semula adalah
air yang turun dari langit ke bumi, lalu menumbuhkan kapas katun di
ladang-ladangnya, menyigrakkan rumput-rumput yang diasup para domba wol di
gembalaannya, memekarkan dedaun murbei yang dikunyahi para ulat sutera di peternakannya,
dan berbagai lain-lainnya.
Pertama-tama,
menutup ‘aurat adalah hajat pokok kita, sebab sungguh ternyata di antara
kesukaan syaithan adalah melihat kepada ‘aurat ini, yang sebab itu pula dengan
gigih ia menggelincirkan ayah dan ibu kita dalam dosa hingga keluar dari surga.
“Wahai anak
cucu Adam, janganlah kalian tertipu oleh syaithan, sebagaimana dia telah
mengeluarkan ibu-bapak kalian dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya
untuk memperlihatkan aurat keduanya.” (QS Al A’raaf [7]: 27)
Maka berkata
Al ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz, “Sesungguhnya ketika Adam dan Hawa
dikeluarkan dari surga, salah satu kehinaan yang terasa bagi mereka adalah
dibukanya ‘aurat sehingga harus memakai dedaun surga untuk menutupinya. Maka
kaum yang menyukai ketelanjangan adalah tanda dijauhkannya rahmat Allah dan
surga dari mereka.”
Dalam kisah
terindah tentang lelaki paling tampan dalam Al Quran, kita menemukan bahwa
pakaianlah yang menjadi wasilah dusta serta makar saudara Yusuf dengan lumuran
darah palsu. Pakaian pula yang menjadi bukti pembela kesucian Yusuf ketika
digoda sang wanita muda, cantik, lagi bangsawan di rumahnya dengan koyak bagian
belakangnya. Pakaian pula yang mengembalikan penglihatan sang Ayah nan amat
sabar mengadu hanya pada Allah dan menanti perjumpaan kembali dengan seluruh
keluarganya.
“Pakaian
taqwa itulah yang terbaik”, sebab sesiapa yang menjadikan ketaqwaan pada Allah
sebagai penjaga, penabir, dan perhiasan bagi dirinya, takkan ada seorangpun
yang mampu melihat ‘aib celanya. Pakaian pula yang menjadi perumpamaan
keberpasangan suami dengan istri.
“..Mereka
adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka..” (QS Al
Baqarah [2]: 187)
Jika istri
adalah pakaian bagi suaminya; yang menutupi aibnya, memperindahnya, dan menjaganya
dari dosa; mengherankan masih banyak pemuda yang betah tak berpakaian dengan
menunda-nunda pernikahan. Demikian di antara tadabbur Dr. Nashir ibn Sulaiman
Al 'Umar.
Inilah
bincang pakaian yang tampak dalam foto di atas, yang pembicara utamanya adalah
sang pemotret, Akhinda Ust. Ahmad Isrofiel Mardhatillah, putra Ustadz Abu
Jibril. Dan beliau tidak tampak karena belum berpakaian. Eh, maksudnya belum
menikah. Jomblo shalih dan faqih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar