PEMBACA yang
saya hormati. Ini kenangan saya ketika Lebaran 1422 Hijriah nan lalu. Hari cerah betul, secerah hati sebagian besar
orang-orang di kampung saya.
“Udah kelar
ngidernye?” Tanya Haji Muhidin waktu saya silaturahmi ke rumahnya. “Belonan
Cang Haji, belon rapih ngidernya,” jawab saya.
Ngider
adalah istilah Betawi, yaitu satu kegiatan kunjungan ke tetangga dekat rumah
dan antarkampung.
Semua
ditanyain Cang Haji, mulai dari istri saya, kemudian mertua, hingga anak-anak.
“Syukur dah, kalo pada sehat semua,” kata Haji Muhidin pas saya jawab pada baik
semua.
Selanjutnya
Haji Muhidin menceritakan keadaan Nyai Haji, neneknya yang berusia sembilan
puluh tahunan. “Lebaran kemaren dia masih bisa ngedenger, masih bisa ketawa,
masih bisa ngebantuin bikin tape uli. Tapi sekarang, bangun saja kagak bisa.
Penyakit tua,” cerita Haji Muhidin.
Haji Muhidin
juga cerita kebiasaan-kebiasaan Nyai Haji yang lucu-lucu, juga kebaikannya.
Haji Muhidin mengaku bahwa jasa Nyai Haji kelewat banyak buat kehidupannya.
Tapi
begitulah. Sekarang Nyai Haji hanya bisa berbaring lemah tanpa daya. Tidak ada
sepatah kata pun keluar dari bibirnya, kecuali gumaman seperti orang sedang
berzikir. Matanya sudah tidak sanggup ia buka lama-lama. Bahkan buang air pun
sudah ia lakukan di tempat tidur.
Haji Muhidin
mengingatkan saya, bahwa begitulah kita nanti kalau dipanjangkan umur ‘sampe
kelebihan’. Perlahan demi perlahan kita akan kembali lagi kepada kelemahan
kita. Tidak ada manusia yang bertambah tua lalu bertambah tenaga dan
kekuatannya. Justru akan semakin berkurang.
“Dan
barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada
kejadian awal. Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (Yâsîn: 68).
Bahkan Allah
mengingatkan, Dia menciptakan dan mematikan manusia. Dan di antara manusia, ada
yang dikembalikan kepada kondisi umur yang terlemah, usia lanjut, yang mana ia
tidak mengetahui sesuatu yang pernah diketahuinya sebelumnya.
“Allah
menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang
dikembalikan kepada keadaan yang paling lemah, sehingga dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa.” (an Nahl: 70).
ORANG YANG
ARIF
Pengetahuan
ini, kata Haji Muhidin, harus membuat kita menjadi orang yang arif dan ingat
bahwa hanya Allah yang tidak pernah surut Kekuatan dan Kekuasaan-Nya. Hanya
Allah. Sehingga tidak ada alasan kita menjadi orang-orang yang sombong, terus
berbuat maksiat. Apalagi kalau sampai tidak mau shalat, tidak mau menundukkan
diri di hadapan Penguasa alam semesta.
“Sebab apa?
Sebab tidak ada pantes-pantesnya. Kita cuma manusia, ciptaan-Nya, yang tidak
punya kekuatan apa-apa,” begitu kata Haji Muhidin.
“Persiapan
menghadapi hari tua juga menjadi penting,” tambah Haji Muhidin. “Bukan sekadar
nyiapin warisan. Warisan mah gampang, asal udah cukup ilmu dan agama pada anak
cucu juga sudah cukup. Persiapan yang lebih penting adalah mempersiapkan amal
baik buat di hari tua. Sebab, kata Nabi, penting menjaga lima hal. Salah
satunya adalah masa muda sebelum datangnya masa tua. Mempergunakan
sebaik-baiknya masa muda adalah bukan melakukan apa saja sebebas-bebasnya, tapi
maksudnya kita harus membuat kebaikan-kebaikan yang berarti buat hari tua kita.
Begitulah kira-kira…”(salam yusuf mansur/rf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar