JALAN
PERUBAHAN
@salimafillah
Bahkan lebih
dari soal tuduhan pendusta, penyihir, dukun, serta gila; bahkan lebih dari soal
dikejar-kejar lalu dilempari batu sambil diteriaki hina, ruku' lalu dijerat
lehernya, sujud lalu diinjak kepalanya serta dituangkan bebusuk isi jeroan unta
ke punggungnya; bahkan lebih dari soal diboikot, dianiaya, diusir, dan dibunuhi
pengikutnya; saya masih terngungun-ngungun membayangkan kesabaran lelaki agung
itu.
Setiap hari
dia memasuki Masjidil Haram melalui Babussalaam. Dia akan berdiri di belakang
rukun Yamani, menghadapkan wajah ke Al Aqsha yang jauh di utara sekaligus
Baitul 'Atiq di hadapannya, berdiri melafalkan ayat-ayat Rabbnya, tunduk dan
pasrah pada Pencipta Alam Semesta. Di saat lain dia seru-seru kaumnya, dia tunaikan
amanat Rabbnya, dia sampaikan RisalahNya.
Mari
membayangkan betapa sesak dada Rasulullah ﷺ dan para
sahabat ketika harus shalat, membaca Al Quran, dan mempelajari Islam di dekat
Ka’bah, di bawah bebayang bentuk-bentuk raksasa berhala-berhala yang menistainya.
Tiga belas
tahun.
Latta,
'Uzza, Manat, Hubal dan nama-nama lainnya, tak kurang dari 360 patung dalam
selingkar 360 derajat kelilingnya, dari yang dipahat dengan halus dan berseni
hingga yang kasar tak beraturan, sesembahan berbagai kabilah itu ‘setia’
menunggui mereka yang berjuang untuk mentauhidkan Allah.
Tapi
Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya tidak menghancurkannya
saat itu, sebab mereka memahami bahwa yang mereka tempuh adalah jalan dakwah.
Yang hendak mereka ubah adalah hati dan pemahaman, bukan prasarana dan
bangunan.
Tanpa
perubahan hati, berhala yang dihancurkan hari ini hanya akan dibangun jauh
lebih megah di esok hari. Tanpa perubahan pemahaman, wadah-wadah kedurhakaan
yang dibumihanguskan hari ini akan mendapatkan simpati dan pemodal yang jauh
lebih besar tak lama lagi.
Maka bahkan
Rasulullah ﷺ terus bersabar hingga Fathu Makkah, tepat 21
tahun setelah dakwah dimulai. Di hari itulah kebenaran datang dan kebatilan
lenyap. Di hari itulah patung-patung kemusyrikan penista Ka’bah rubuh dan
remuk.
Tangan yang
menghancurkan berhala-berhala itu bukan hanya tangan Rasulullah ﷺ dan para
sahabatnya, melainkan juga tangan-tangan yang petang sehari sebelumnya masih
mengelus patung-patung itu dengan ta’zhim, menaburkan dinar dan dirham di
kakinya, serta menuangkan wewangian kepadanya.
Ini semua
karena hati, akal, dan jiwa yang berubah.
Jalan dakwah
adalah jalan yang panjang tempuhannya. Panjang sebab bukan kayu atau batu,
ladang atau hutan, dan gubug atau istana yang hendak dibongkar atau
dibangunnya. Panjang karena sasaran utamanya adalah perubahan hati, perbaikan
jiwa, pemulihan manusia, dan penyempurnaan akhlaq yang mulia.
Di negeri
ini, betapa kita menginginkan perubahan dengan segera, tapi kita lupa apa yang
harus diubah.
Ada pula di
antara kita yang sangat tahu apa yang harus diubah dan tegas bersemboyan,
"Rasulullah memulai dakwah dengan tauhid, dengan 'aqidah." Tapi yang
kita lakukan lalu hanya mengadakan kajian tentang 'aqidah. Sedangkan di hari
pertamanya masuk Islam, Abu Bakr menyerahkan 40.000 dirham pada Sang Nabi.
Tentu bukan
hanya untuk menyelenggarakan kajian. Sebab dakwah ini adalah jalan mendaki lagi
sulit. Tahukah kita apa jalan yang menanjak lagi sukar itu? Membebaskan yang
teperbudak, membagi makan pada hari susah dan sesak, pada yatim yang
berkerabat, hingga orang miskin yang amat melarat.
"..Kemudian
adalah mereka itu termasuk orang-orang yang saling berwasiat tentang kesabaran,
dan saling berwasiat tentang kasih sayang.." (QS Al Balad [90]: 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar