MENGUKUR
CINTA
@salimafillah
"Sungguh
keislamanmu wahai Paman Rasulillah", ujar 'Umar kepada 'Abbas ibn 'Abdil Muthalib
saat mereka bersua menjelang Fathu Makkah, "Lebih aku cintai dari
keislaman Al Khaththab ayahku."
Ini bukan
karena cintanya pada sang Ayah kurang; ini semata sebab 'Umar mengukur sikapnya
dari hati manusia yang paling dicintainya, Muhammad ﷺ. 'Abbas
adalah Paman yang paling mengasihi Rasulullah setelah Abu Thalib.
"Karena",
ujar Sayyidina 'Umar sembari tersenyum sendu, "Ayah Usamah, Zaid ibn
Haritsah, lebih dicintai Rasulullah ﷺ daripada
Ayahmu." Lagi-lagi 'Umar mengukur sikapnya dari hati yang paling dia
muliakan, hati Muhammad ﷺ.
Di kala
Rasulullah ﷺ memasuki Makkah dan Masjidil Haram, Abu Bakr
datang menuntun ayahnya kepada beliau. Ketika Sang Nabi ﷺ melihat Abu
Quhafah yang sepuh lagi telah buta, beliau bersabda, 'Ya Aba Bakr, kenapa
engkau tidak silakan ayahmu di rumah dan aku sajalah yang datang pada beliau?'
"Ya
Rasulallah", jawab Ash Shiddiq, "Ayahku lebih berhak berjalan
kepadamu daripada engkau datang kepadanya'. Rasulullah ﷺ mendudukkan
Abu Quhafah di depan beliau, mengusap dadanya, dan bersabda kepada-nya, 'Masuk
Islamlah'. Abu Quhafah pun masuk Islam.
Tepat di
saat Abu Quhafah menghulurkan tangan untuk berjanji setia pada Rasulillah ﷺ, Abu Bakr
malah menangis. Sesenggukan sedunya hingga mengguncang bahu. Semua yang hadir
bertanya-tanya. Bukankah di hari itu, Abu Bakr harusnya berbahagia menyaksikan
keislaman ayahnya? Bukankah suatu kesyukuran besar menyaksikan orang yang kita
kasihi dibuka hatinya oleh Allah untuk menerima hidayah?
Namun Ash
Shiddiq yang agung berkata pada Sang Nabi ﷺ, “Lebih
kusukai jika tangan Pamanmu ya Rasulallah, menggantikan tangannya, lalu dia
masuk Islam dan dengan begitu Allah membuatmu ridha.”
Paman yang
dimaksud tentulah Abu Thalib. Dia yang telah memberikan seluruh daya upaya di
sisa usianya untuk membela dakwah keponakan tersayangnya, namun hidayah tak menjadi
haknya. Betapa mengerti Abu Bakr akan isi dada Rasulillah ﷺ. Sahabat
sejati, selalu mengukur sikapnya dari hati sang kekasih.
Hari ini,
sosok-sosok itu tiada lagi. Dan kita tertatih mengukur cinta di dada kita
dengan isi hati mereka. Apa yang mereka cintai, sanggupkah kita selalu
mencintainya. Ya Rabbana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar