By: Nandang Burhanudin
****
Di era Jokowi, segala kepalsuan terbuka. Betapa sejak lama,
Indonesia diharu biru dua kekuatan besar: Pertama; Nasionalis Islamis. Kedua;
Sekularis Komunis. Kekuatan pertama adalah gabungan kekuatan nasionalis yang
cinta tanah air Indonesia yang didukung oleh kekuatan-kekuatan Islamiyyun.
Sedangkan kekuatan kedua diisi oleh kaum sekuler binaan LB Moerdani, yang
didukung oleh gabungan kekuatan komunis, Islam abangan, aliran sesat, dan agen-agen Barat.
Kekuatan pertama, memiliki visi:
1. Kemandirian pangan dengan swasembada.
2. Kemandirian alat utama sistem pertahanan, dengan industri strategis.
3. Kemandirian obat, pupuk, dan energi dengan memaksimalkan potensi alam (SDA) yang berlimpah.
1. Kemandirian pangan dengan swasembada.
2. Kemandirian alat utama sistem pertahanan, dengan industri strategis.
3. Kemandirian obat, pupuk, dan energi dengan memaksimalkan potensi alam (SDA) yang berlimpah.
Sedangkan kekuatan kedua, visi dan aksinya 180 derajat kebalikan
dari kekuatan pertama. Pangan, alutsista, obat, energi, pupuk diserahkan kepada
mekanisme pasar alias impor. Negara dan rakyat hanya dijadikan alat untuk
mengambil ceruk keuntungan. Bagi tipe ini, loyalitas kepada partai jauh lebih
utama daripada loyalitas kepada negara (apalagi agama). Sedangkan bagi kekuatan
pertama, loyalitas kepada tanah air adalah utama. Karena cinta tanah air bagian
dari tuntutan agama (Islam).
Oleh karena itu, dua kekuatan ini beradu. Bisa jadi sebagai awam
kita menganggap, dua kubu di DPR adalah lumrah. Kubu KMP yang dikomandoi
Prabowo vs Kubu KIH yang dikomandoi Megawati. Namun pada kenyataannya, kedua
kubu adalah bagian dari refleksi dua kekuatan. Prabowo kendati bukan Islamis, namun
nasionalismenya dipandang sangat membahayakan. Sedangkan kubu Megawati cs,
dipandang sebagai alumni pendidikan LB Moerdani yang sangat membenci Indonesia
yang "menghijau".
Lalu bagaimana sikap kita? Sebagai muslim ada baiknya kita
mengingat pesan Imam Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah. Ketika beliau
ditanya, "Terdapat tokoh-tokoh besar di kelompok anda. Di sana pun ada
tokoh-tokoh besar berada di kelompok musuh anda. Dari kedua kelompok ini,
dimanakah kebenaran berada?"
Imam Ali berkata,
لاَ تَعْرِفِ الْحَقَّ بِالرِّجَالِ، إعْرِفِ الْحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلهُ
“Janganlah engkau menilai kebenaran itu karena orangnya, tetapi kenalilah kebenaran itu, maka engkau akan mengenal (siapa) orang yang mengikuti kembenaran.”
“Janganlah engkau menilai kebenaran itu karena orangnya, tetapi kenalilah kebenaran itu, maka engkau akan mengenal (siapa) orang yang mengikuti kembenaran.”
Tugas kita adalah mengenali kebenaran. Caranya mudah. Coba
perhatikan sepak terjang Megawati, Luhut Binsar Panjaitan, AM. Hendropriyono,
Agung Laksono, Soerya Paloh, Jokowi, Ahok, Lukman Hakim Saefudin, Muhaimin
Iskandar, Jalaludin Rahmat, Sofjan Wanandi, dan lain-lain. Bandingkan dengan Prabowo
Subianto, Anis Matta, Fadli Zon, Abu Rizal Bakri, Hatta Rajasa.
Kita tetap mengkritisi kasus-kasus dan pelanggaran yang
dilakukan kubu KMP. Namun kita akan terkaget-kaget dan tak mampu melakukan
apapun terhadap pelanggaran konstitusional dan pelelangan asset negara yang
dilakukan kubu Megawati. Sayangnya kita mudah dilupakan pencitraan, blusukan
yang membusukkan!
28 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar