BERLAYAR KE
MALAKA
@salimafillah
Tersebut
dalam hadits yang dicatat Imam Muslim dan Imam Ibn Majah, bahwa Nabi ﷺ tertidur di
rumah ‘Ubadah ibn Ash Shamit dan Ummu Haram bint Milhan, kemudian beliau
terjaga dan tertawa. Maka bertanyalah sang nyonya rumah, “Apa yang membuatmu
tertawa ya Rasulallah?” Beliau bersabda, “'Sekelompok umatku diperlihatkan oleh
Allah kepadaku, mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan
kapal-kapal, bagaikan para raja di atas singgasananya." Mimpi benar
Rasulullah ﷺ ini terjadi secara berulang.
Adalah para
raja Nusantara berjihad di lautan mengamalkan sabda mulia ini, melawan Bangsa
Prenggi. Kosakata "Prenggi" dalam khazanah Jawa, barangkali berasal
dari lafal Arab "Franji" untuk menyebut orang-orang
"Frank", kaum Kristiani Eropa yang dihadapi dalam Perang Salib. Dan
orang-orang Prenggi pertama yang mengejutkan Nusantara adalah bangsa Portugis,
dengan pendudukan armada Alfonso D'Albuquerque atas gerbang Kepulauan ini,
Pelabuhan Malaka. Ini terjadi setelah serangan pertama mereka pada 1509 gagal.
Wafatnya Laksamana Hang Tuah dan Panglima Hitam serta dibunuhnya Bendahara Tun
Muhatir telah melemahkan Bandaraya itu hingga pada perang 1511 itu Sultan
Mahmud Syah terpaksa melarikan diri dan wafat di Kampar.
Pada 1513
dengan angkatan laut hanya sekira 100 perahu ringan, menantu Sultan Alam Akbar
Al Fattah dari Demak, Pangeran Fathi Yunus menjajal kekuatan Portugis.
Meriam-meriam besar dari benteng menyalak menyambut mereka dan pasukan perintis
itu kemudian ditarik mundur untuk mempersiapkan serangan yang lebih besar.
Melalui
penggalangan oleh para Wali; Ternate, Gowa, Banten, Banjar, dan Cirebon
bergabung dalam armada akbar yang berkekuatan 375 kapal dan berangkat dari
Pelabuhan Jepara pada 1521. Pada pendaratan pertama, gugur syahidlah sang
panglima Fathi Yunus ketika kapalnya dihantam peluru meriam berteknologi baru
milik Portugus yang baru datang dari Goa, India. Beliau lalu dimasyhurkan
sebagai Pangeran Sabrang Lor.
Turut serta
dalam peperangan dahsyat ini seorang perempuan hebat yang kelak dicatat sebagai
‘Rosa do Mardo Norte’ alias Mawar Laut Utara oleh Portugis. Dialah Ratu Kalinyamat,
yang kelak tertulis dalam Babad ‘bertapa telanjang’, mungkin dalam makna kiasan
“menghabiskan seluruh hartanya demi jihad fi sabilillah.”
Setelah
bertempur 3 hari 3 malam, Pangeran Hidayat, yang barangkali maksudnya adalah
Fadhlullah Khan memutuskan menarik mundur armada ini. Fadhlullah, atau Tubagus
Pasai Fathullah alias Fatahillah inilah yang sebagai komandan armada gabungan
Demak-Cirebon-Banten pada 1527 berhasil mencegah ekspansi Portugis ke Jawa
dengan mengamankan Bandaraya Sunda Kalapa dan mengubah namanya menjadi
Jayakarta.
Sejarah juga
mencatat satu nama lagi yang amat terhormat di Selat Malaka; Katir.
Meski dunia
kelak mengenalnya sebagai cikal bakal Lanun alias bajak laut di Selat Malaka;
tapi sebagaimana Jack Sparrow menjadi protagonis kisah 'Pirates of The
Caribbean' melawan East India Company dan Lord Cutler Beckett; persekutuan
Katir dengan para Laksamana Melayu seperti Hang Nadim adalah lambang perjuangan
yang tak kenal lelah dan tak sudi menyerah terhadap kuasa asing yang tamak di
Malaka.
Sebagai
salah satu komandan Angkatan Laut Demak, Katir menolak pulang dan dengan takzim
memohon izin pada panglimanya untuk melanjutkan jihadnya. Karena kehadiran
Katir, kuasa Portugis dan kapal-kapal dagangnya yang memuat rempah-rempah dari
Maluku tak pernah merasa aman di Selat Malaka. Katir pula yang dengan
perahu-perahunya di gerbang Selat mengalihkan kapal-kapal dagang lain agar
mengambil rute Pantai Barat Sumatera dan menghindari Pelabuhan Malaka. Maka
Aceh, Barus, Tiku, Pariaman, dan khususnya Banten-lah kemudian yang menjadi
Bandar Dunia, sementara Malaka yang terjajah itu kian merosot perannya.
Shalih(in+at)
sekalian, mengenang para syuhada’ jihad Malaka dari zaman Mahmud Syah hingga
Iskandar Muda [semoga kali lain kita ceritakan tentang Sang Meukuta Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar