MENEMBAK
LAWAN JADI KAWAN
@salimafillah
Kunci
kemenangan Ieyasu Tokugawa dan Pasukan Timur di Sekigahara pada 21 Oktober 1600
barangkali adalah dengan menembaki pasukan Kobayakawa Hideaki yang berkedudukan
kokoh di bukit agar jelas keberpihakannya.
Pemuda ini
adalah keponakan kesayangan Toyotomi Hideyoshi. Sikapnya sejak awal selalu
gamang.
Ishida
Mitsunari, pemimpin de facto Aliansi Barat berulangkali meyakinkan Hideaki
bahwa sudah selayaknya dia membela sepupunya, Hideyori, pewaris Sang Taiko.
Mitsunari dan para panglimanya bahkan memintanya memangku gelar Kanpaku yang
dulu disandang Hideyoshi, sampai kelak Hideyori cukup dewasa untuk memerintah.
Kepadanya dianugerahkan pula wilayah-wilayah sekitar Osaka untuk dibawahi
secara langsung.
Hideaki
tetap belum sepenuh hati bergabung dengan Mitsunari. Dia ingat bagaimana Sang
Taiko dulu pernah mempermalukannya dengan membandingkan dirinya dengan
kehebatan Mitsunari mengorganisasi pemerintahan.
Bagaimanapun,
bersama Pasukan Barat-lah dia berangkat dengan dilepas oleh Mori Terumoto,
pemimpin resmi Aliansi Barat yang tetap tinggal di Osaka untuk menjaga
Hideyori. Mitsunari memerintahkannya naik ke atas perbukitan sebagai pasukan
cadangan dan penjaga formasi jika musuh mendesak.
Pertempuran
berkobar dan Pasukan Timur mulai tampak keteteran. Mitsunari memang
administrator hebat di balik meja sekaligus perwira lapangan yang buruk. Tapi
di Sekigahara, jenderal-jenderal pemberani lagi cemerlang seperti Otani
Yoshitsugu dan Ukita Hideie ada di pihaknya.
Terdesaknya
Pasukan Timur membuat Mitsunari memerintahkan Hideaki bergerak. Jika kekacauan
yang terjadi di barisan Ieyasu karena kesalahan Tada Takatora dan Fukushima
Masanori itu dimanfaatkan dengan bergeraknya 15.600 pasukan Hideaki menyerbu
dari arah bukit, dapat dipastikan Ieyasu akan kalah. Tapi Hideaki bimbang. Dia
tak menggerakkan tongkat komandonya.
Ieyasu
melihat hal ini dan berteriak, “Dasar tak berguna! Kenapa pasukan Hideaki tak
menyerang kita?”
“Tampaknya
dia bingung Yang Mulia”, sahut seorang jenderalnya. “Masih belum pasti hendak
memihak kepada siapa.”
“Bodoh! Dia
harus segera berpihak”, seru Ieyasu. Lalu dia memerintahkan pasukan meriam
Aliansi Timur mengarahkan tembakan ke bukit tempat markas Hideaki.
“Yang mulia,
apa yang Anda lakukan?”, teriak para panglima Timur. “Menembak Hideaki akan
membuatnya menyerbu turun menghancurkan barisan kita yang sudah kacau.”
“Biar! Itu
lebih baik daripada dia diam seperti orang tolol. Biar kuajari dia bagaimana
seharusnya berperang! Tembak! Cepat tembak!”
Maka
tembakan-tembakan meriam pasukan Ieyasu menghantam kedudukan Hideaki di atas
bukit. Seakan tersadar dari lamunan, Hideaki lalu bangkit dan segera mengomando
pasukannya untuk menyerang. Anehnya, Hideaki justru memerintahkan pasukannya
menyerang Pasukan Barat pimpinan Mitsnunari yang sedang merangsek ke arah
barisan inti Tokugawa. Dengan gegap gempita pasukannya turun dan memangkas
serangan Pasukan Barat.
Tak menduga
akan diserbu dari atas oleh kawan-kawannya sendiri, pasukan Mitsunari yang
nyaris meraih kemenangan itu tiba-tiba tercerai berai. Keputusan Hideaki
diikuti oleh beberapa jenderal lain yang sejak awal memang masih setengah hati
berada di Barisan Barat. Maka Pasukan Timur punya kesempatan menata ulang
barisan dan mereka lalu bergerak maju penuh keyakinan.
Ieyasu
menang. Menang dengan menembaki lawan agar berubah menjadi kawan.
Otani
Yoshitsugu gugur dengan bangga. Panglima yang menderita penyakit kusta itu
sangat menghormati dan menghargai persahabatannya dengan Mitsunari. Sebabnya,
dalam suatu jaminan minum teh, sekerat kulit dari wajah berlepra jatuh ke dalam
cawan Yoshitsugu. Dirinya ragu hendak meminum, justru Mitsunari yang ada di
depannya menukar cangkir itu dengan miliknya dan meminumnya dengan lahap sambil
tersenyum.
Sementara
Yoshitsugu gugur, Mitsunari, administrator ulung kebanggaan Sang Taiko itu
ditangkap dan dieksekusi oleh Ieyasu. Persahabatan mereka dikenang manis.
Adapun Hideaki yang khianat, menerima hadiah besar dari Ieyasu, tapi sakit jiwa
lalu mati 2 tahun kemudian.
Ieyasu,
mendir ikan Keshogunan Tokugawa yang akan memerintah Jepang dalam damai namun
tertutup rapat hingga sekira dua setengah abad kemudian. Ini patung beliau di
Hamamatsu, tempatnya bermarkas selama 17 tahun sebelum membangun kota Edo yang
lalu masyhur sebagai Tokyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar