KOTA KOSONG
DI HAMAMATSU
@salimafillah
"Musuh
kuat yang terlalu waspada, dapat dikalahkan dengan cara yang amat
sederhana."
{Zhuge
Liang}
Prinsip yang
dikemukakan Kong Ming sang naga tidur ini dibuktikannya ketika mengalahkan
Panglima Agung Sima Qian dari Wei dengan taktik jitu yang kelak dikenal sebagai
'Siasat Kota Kosong'.
Saat itu
150.000 pasukan Wei bersenjata lengkap datang menyerbu Kota Xicheng yang hanya
dijaga 100 orang tak terlatih, maka Zhuge Liang memerintahkan agar seluruh
gerbang kota dibuka lebar-lebar. Di anjungan utama di atas gerbang, Zhuge Liang
mengajak seorang pengiringnya bermain catur, meniup seruling, dan minum teh
dengan santai.
Menyaksikan
hal ini, Sima Qian justru khawatir. Zhuge Liang terkenal dengan strateginya
yang cerdik dan jebakannya yang rumit, maka di balik gerbang yang terbuka dan
ketenangannya bermain catur pasti tersembunyi suatu hal yang mematikan. Begitu
pikir Sima Qian. Maka dengan hati-hati, ditarik mundurlah pasukan akbar yang
hendak mengambil alih Xicheng itu, dan Zhuge Liang menang dengan gemilang.
Musuh yang
jujur memang lebih berharga dari kawan yang lacur. Kelak sepeninggalnya, Sima
Qian lah yang menyelenggarakan upacara penghormatan dan menggelari Zhuge Liang
sebagai 'Akal Tercerdas di Bawah Langit.'
Jauh di
seberang lautan dari Xicheng, sekira 1350 tahun kemudian, Siasat Kota Kosong
juga dengan sukses dipraktekkan oleh Tokugawa Ieyashu, satu di antara tiga
serangkai pemersatu Jepang di akhir Era Sengoku.
Pada akhir
tahun 1572, Oda Nobunaga dan si monyet Toyotomi Hideyoshi sedang sibuk di front
barat mengamankan ibukota Kyoto. Dari Kofu, pasukan besar Daimyo Kai, Takeda
Shingen bergerak ke barat mengancam wilayah belakang Marga Oda. Harapan mereka
terletak pada Ieyashu dan 8000 pasukannya yang berkedudukan di Hamamatsu. Tapi
dengan tambahan pasukan dari Nobunaga yang hanya 3000 orang, tentara Ieyashu
kalah jumlah lebih dari 3 kali lipat berbanding pasukan Kai.
Pertempuran
Mikatagahara pecahlah pada Januari 1573, dan sekali lagi Takeda Shingen dari
Kai menunjukkan kepiawaiannya dalam seni perang berbasis pasukan kavaleri yang
tiada duanya di masa itu. Kelak hanya teknologilah yang membuatnya terpukul. Di
Mikatagahara, pasukan Ieyashu dilumat habis.
Ketika si
tabah, si sabar, si pengalah, dan si pendiam ini mundur ke markasnya di
Hamamatsu, dia hanya tinggal didampingi oleh 5 orang saja. Kota ini di ujung
tanduk penghancuran oleh Pasukan Kai dan pendudukpun mulai panik.
Segera
setelah memasuki bentengnya, Ieyashu memerintahkan agar pintu gerbang dibuka
lebar, pelita-pelita dinyalakan, dan tambur penyambut pasukan dipukul dengan
riang. Sang panglima yang baru saja kalah itu menggelar tatami di gerbang dan
minum teh dengan berusaha tenang meski seluruh kota tegang.
Menyaksikan
ini, Baba Nobuharu dan Yamagata Masakage yang memimpin pengejaran ke Hamamatsu
dengan 20.000 pasukan mengira Ieyashu menyiapkan jebakan mematikan di Benteng
Hamamatsu. Target utama Takeda Shingen memang Kyoto, maka dengan bergegas
mereka mundur dan meninggalkan Ieyashu yang tinggal selangkah lagi bisa mereka
hancurkan.
Hari ini
kami mengunjungi benteng itu bersama Pak Anang dan istri, Sensei Kimia di
Universitas Medis Hamamatsu. Pembinaan yang mereka lakukan pada teman-teman
kenshusei bersama Ustadz Bambang Abu Sakina, da'i Pasuruan yang beristrikan
muslimah Jepang dan menunggu kelahiran putra keenam itu sungguh membahagiakan
dan menyiratkan harapan. Tabik untuk dakwah di Hamamatsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar