SERAJUK
KESHALIHAN
-belajar
dari doa sulaiman-
@salimafillah
“Sungguh
keliru orang-orang yang mencari kemuliaan dengan apa yang mereka miliki di muka
bumi”, demikian dikatakan Imam Al Qurthuby, “Sebab kemuliaan, kekuatan,
ketinggian, dan keperkasaan semuanya adalah milik Allah ‘Azza wa Jalla. Ia
hanya kan dicapai dengan ucapan yang baik dan ‘amal shalih yang diangkat ke
haribaanNya, lalu berjawab karunia mulia sebab Dia telah mencintai sang hamba.”
“Barangsiapa
yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allah lah semua kemuliaan itu.
KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan ‘amal shalih
mengangkatnya..” (QS Fathir [35]: 10)
“Di antara
ucapan yang baik adalah dzikir kepada Allah, ilmu, dakwah, dan saling berwasiat
dalam kebenaran, kesabaran, serta kasih sayang”, tulis Imam Ibn Katsir.
Sebagaimana sabda Rasulullah, ucapan baik ini akan dinaikkan kepada Allah dengan
penuh pemuliaan.
“Orang-orang
yang berdzikir mengingat Allah dengan mengagungkan asmaNya”, demikian sabda itu
dicatat oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, “Bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan
bertahlil; kesemua yang keluar dari lisan mereka akan bergema di sekitar ‘Arsy.
Suara-suara itu memiliki dengung seperti suara lebah yang saling mengingatkan
dengan kawannya. Apakah salah seorang di antara kalian tidak menyukai jika ada
sesuatu yang tak henti mengingat-ingat nya di sisi Allah?”
Kemudian
kata-kata yang baik memerlukan kawan yang akan membantunya untuk mendaki
menembus langit dan merajuk kemuliaan di sisi Allah.
“Adalah
‘amal shalih”, demikian kata Mujahid, Abul ‘Aliyah. ‘Ikrimah, Ibrahim An
Nakha’i, Adh Dhahhak, As Suddi, Rabi’ ibn Anas, Syahr ibn Hausab, dan mufassir
lainnya, “Yang dapat menaikkan perkataan-perkataan yang baik.” “Suatu perkataan
takkan dapat naik untuk diterima di sisi Allah”, kata Hasan Al Bashri dan
Qatadah, “Kecuali dengan ‘amal yang menjadi buktinya.”
“Duhai
Rabbi, karuniai aku ilham untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Engkau
anugrahkan atasku, juga atas kedua orangtuaku. Dan agar aku mampu beramal
shalih yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam
golongan hamba-hambaMu yang shalih.” (QS An Naml [27]: 19)
Sulaiman ibn
Dawud ‘Alaihimas Salaam, memulai doanya dengan memohon kemampuan untuk
senantiasa bersyukur kepada Allah. Bukan hanya atas nikmat yang Allah
karuniakan pada dirinya, melainkan juga yang telah dilimpahkan pada kedua
orangtuanya. “Sebab”, jelas Al ‘Allamah As Sa’di dalam Taisirul Karimir Rahman,
“Nikmat yang diterima orangtua adalah wasilah bagi nikmat yang dirasakan oleh
sang anak. Maka wajib baginya mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan bagi
dirinya, mensyukuri nikmat yang dianugrahkan bagi orangtuanya, sekaligus
mensyukuri orangtua yang telah membesarkannya dengan nikmat tersebut.”
Lalu
Sulaiman memohon kepada Allah agar diilhamkan baginya kemampuan beramal shalih
sekaligus dikaruniakannya ridha Allah atas ‘amal shalih tersebut. Maka betapa
agung doa itu; mengandung keinsyafan bahwa kita hanya mampu beramal shalih jika
Allah menolong, membimbing, dan memberi kekuatan. Dan sesudah itu, ‘amal shalih
apapun takkan ada makna serta manfaatnya, tanpa ada ridha dariNya.
Betapa mahal
kesadaran ini pada zaman kita, ketika banyak manusia merasa berjasa di hadapan
Allah dengan ‘ibadahnya, dan merasa menjadi pahlawan di hadapan sesama dengan
‘amalnya.
Dan Sulaiman
mengajarkan pada kita, untuk terus merajuk pada Allah. Tak cukup hanya ‘amal
shalih yang diridhaiNya, tapi mohonlah juga agar Allah menjadikan kita sebagai
hambaNya yang shalih. Bahkan Sulaiman meminta dengan rendah hati, agar
dijadikan termasuk golongan para Shalihin. Seakan dengan tawadhu’ dia merintih
pada Allah, “Masukkanlah aku ke dalam himpunan orang-orang yang shalih ya
Allah. Meski aku tak pantas, meski aku tak layak, meski aku tak mampu beramal
seshalih ibadah mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar