BARONGKO,
CARANG GESING, & CITA SURGA
@salimafillah
"Taro
ada taro gau.. Simpan kata simpan laku."
Satunya
ucapan dan perbuatan adalah salah satu asas hidup orang Bugis yang tak boleh
ditawar. Jujur, apa adanya, dan tiada beda antara yang di luar dengan yang di
dalam. Kue khas Bugis yang dengan tepat menggambarkan hal ini adalah Barongko.
Di luar daun
pisang. Di dalam pun buah pisang.
Dibuat dari
pisang yang dihaluskan, santan, telur, gula, dan garam lalu dibungkus daun
pisang pula, kemudian dikukus dan didinginkan, barongko pada mulanya adalah
hidangan penutup nan lezat untuk jamuan raja-raja Bugis.
Kami di Jawa
juga punya penganan serupa. Sama dalam tampilan luar, beda di wujud isi, tapi
serupa lagi dalam rasa. Ialah Carang Gesing. Jika bahan untuk Barongko
dihaluskan, maka untuk Carang Gesing pisangnya hanya dipotong-potong sahaja.
Santan untuk Carang Gesing juga lebih pekat, kadang ditambah sedikit irisan
roti tawar sebagai pelekat. Pisangnya juga agak berbeda. Untuk Barongko,
umumnya digunakan jenis pisang meja seperti Ambon. Tapi untuk Carang Gesing,
pisang masak seperti Raja atau Kepok lebih lazim.
Namun
sungguh rasanya sebelas-dua belas.
Siapa tahu
ada yang berkenan menelisik hubungan budaya Jawa-Bugis ini dalam sebuah
penelitian serius. Sumangga. Tapi kita faham betul bahwa di Yogyakarta,
terdapat Kampung Bugisan dan Kampung Daengan. Dua di antara 12 kesatuan
prajurit utama Keraton Yogyakarta adalah Bregada Prajurit Bugis dan Bregada
Prajurit Daeng. Dalam Perang Giyanti 1746-1755, mereka didatangkan Belanda dari
Sulawesi untuk turut menundukkan Pangeran Mangkubumi. Tapi setelah berjumpa dan
menyaksikan ketulusan, keperwiraan, dan kegigihan perjuangan pendiri Kasultanan
Yogyakarta itu, mereka justru bergabung dengan barisan Sang Pangeran.
Ah, uniknya,
sebagian orang menyebut pula Carang Gesing sebagai Bongko Pisang. Bongko,
Barongko, Carang Gesing. Semoga hidangan ini menjadi penanda persaudaraan kita
semua, Jawa, Bugis, dan segala suku bangsa lainnya menuju surga.
Ya, karena
pisang adalah salah satu hidangan bagi Ashhabul Yamin. Adalah Imam Malik yang
amat menyukainya juga menegaskan ia sebagai buah surgawi; lembut, manis, dan
bergizi.
"Dan
pohon pisang yang bersusun-susun buahnya." (QS Al Waqi'ah: 29)
Hingga hari
ini, daerah Afrika Utara dan Sub-Saharanya yang banyak memilih Madzhab Imam
Malik juga menjadikan pisang sebagai salah satu makanan pokok. Kesurgawian
pisang lalu juga ditegaskan dengan nama ilmiahnya; Musa paradisiaca. Paradise,
firdaus nan tinggi; mari memohon pada Allah untuk jadi penghuninya.
pic.twitter.com/JsvbNSLZLs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar