GORONTALO:
Sumpah Bontho
@salimafillah
Amay, nama
yang begitu berkah bagi rakyatnya.
Alkisah,
raja yang bertakhta sekira 1460-1535 di Bumi Hulondalo ini meminang Owutango,
putri Raja Palasa Ogomonjolo dari Teluk Tomini yang telah memeluk Islam. Maka
sang putri dan ayahandanya mensyaratkan agar sang raja memeluk Islam, membangun
Masjid, dan mendakwahi rakyatnya.
Amay
menyanggupi.
Rumah ibadah
yang kini disebut Masjid Hunto Sultan Amay di Biawu itu berdiri bersahaja namun
gagah. Dan Amay segera menghimpun seluruh rakyatnya di pelataran, menyembelih
babi, mengoles darahnya ke kening mereka, lalu membimbing mereka mangucapkan
sumpah bontho. Kata ini adalah kependekan dari bolo yingoyingontiyolo monga
boyi, yang berarti "ini hari terakhir kita makan babi".
Babi adalah
simbol adat lama. Kini, makanan yang amat mereka gemari dalam tradisi agama Alifuru
sebelumnya telah ditinggalkan sebagai tanda kemenyeluruhan mereka menerima
Islam yang indah.
Semasa
berkuasa, Sultan Amay beserta delapan raja di daerah itu itu melahirkan 185
rumusan adat. Di dalamnya termaktub upacara perkawinan dan kematian, perilaku
berkeluarga, bermasyarakat, tata laksana penerimaan tamu, hingga penobatan
pemimpin.
Hasil
rumusan itu dikenal dengan prinsip Saraa Topa-Topango to Adati atau syariat
bertumpu pada adat.
Prinsip adat
yang digagas oleh Amay, kemudian disempurnakan pada masa pemerintahan Raja
Eyato yang berkuasa pada 1673-1679, menjadi Adati Hulahulaa To Saraa, Saraa
Hulahulaa To Quruani yang berarti Adat tunduk pada Syariat, Syariat bersendikan
Al Quran.
Hari ini
agenda terakhir kami berbincang ilmu di Gorontalo, semoga berkah.
https://www.instagram.com/p/BGNtS3CGUTB/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar