PENJARA
@salimafillah
Ketika
berjumpa dan menatap wajah-wajah itu, saya merasa bahwa memang sudah bukan waktunya
lagi bicara tentang apa yang membawa mereka ke tempat ini. Justru kita harus
melihat apa yang mereka lakukan di sini dan seperti apa mereka menatap ke
depan.
Dan benar,
berada bersama orang-orang yang banyak beristighfar itu sangat menenteramkan.
Dan benar, suasana terindah di bumi ini adalah suasana pertaubatan.
Mungkin itu
pula yang dirasakan oleh seorang Mantan Kepala Desa yang dipanggil Pak Kuwu,
yang jatah pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin sebenarnya telah
berakhir setahun yang lalu, tapi tetap memilih berada di sini untuk berkhidmat
pada sosok yang amat dia kagumi, yang dia rasa telah menjadi perantara Allah
membawakan cahaya bagi gelap dalam hidupnya. “Saya teh di sini dulu saja, sama
Ustadz Lutpi.. Lebih damai.”
"Duhai
Rabbi, penjara lebih aku sukai daripada
mengikuti apa yang mereka ajakkan padaku ini.. " (QS Yusuf [12]: 33)
Pekan ini
atas undangan Yunda Maimon Herawati dan rekan-rekan Indonesian Writers Academy,
saya mengunjungi senarai tarhib ramadhan di Sukamiskin. Ajaib. Rupanya hari itu
adalah pembuktian bahwa selama beberapa waktu penjara telah menjadi sebuah
kelas tulis menulis yang sangat produktif. Pak Andi Mallarangeng, Pak Rudi
Rubiandini, Pak Hotasi Nababan, Pak Didit Abdul Majid, dan begitu banyak
rekan-rekan beliau yang lain telah keroyokan menerbitkan buku mereka sebagai
catatan ‘orang yang berjarak dari kemerdekaan’. Catatan yang penuh ibrah dan
hikmah dari para pelaku lakon kehidupan yang tak semua orang mencicipinya.
Di bawah
saung-saung yang teduh yang dibangun di antara taman yang cantik, inisiatif
sang narapidana pula, buku-buku bertajuk Sukamiskin’s Springboard, Hari-hari di
Sukamiskin, Sajadah Subuh di Sukamiskin, serta Antara Narapidana, Ramadhan dan
Al Quran dikupas dan dikaji dalam suasana kekeluargaan.
Allahu
Akbar.
Ketika
seorang da’i memasukinya, penjarapun berubah menjadi dakwah. Ketika seorang imam
memasukinya, penjarapun menjadi shalat jama’ah. Ketika seorang murabbi
memasukinya, penjarapun menjadi wasilah tarbiyah. Ketika seorang penulis
memasukinya, penjarapun menjadi tempat
dilahirkannya karya agung.
Ibnu
Taimiyah punya Risalatul Hamawiyah, Sayyid Quthb punya Fi Zhilalil Quran, Hamka punya Tafsir Al Azhar.. Hingga di seberang sana, Pramoedya punya Tetralogi Buru, dan Adolf Hitler juga punya Mein Kampf.
Ya. Saya
belajar. Ternyata dunia ini bukan soal di mana kita. Dunia adalah soal peran
apa yang kita mainkan ke manapun takdir Allah menuzulkan jasad ini. Dan peran
itulah yang kelak kita pertanggungjawabkan kepadaNya. Boleh jadi ia bekal. Atau
beban. Kita disilakan untuk memilihnya.
Terimakasih
wahai guru di segala keadaan, Luthfi Hasan Ishaaq.
https://www.instagram.com/p/BGBV6MvmUeu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar