Minggu, 19 April 2015

Aksi As-Sisi dan Jokowi Membungkam Oposisi


By: Nandang Burhanudin

Dua negara Islam dengan penduduk mayoritas muslim dan asset SDA yang berlimpah. Kini dikuasai anggota ordo-ordo freemaonsry, illuminati, rotary, atau lions club internasional. Kedua penguasa yang hampir bersamaan, melakukan operasi-operasi "tutup mulut" atau penumpulan gerakan oposisi, baik dari militer, birokrasi, elemen buruh, mahasiswa, hingga masyarakat umum.

Operasi penumpulan tersebut dilakukan dengan beberapa cara:
Pertama: Mengikat birokrat dan aparat dengan "peningkatan kesejahteraan".
Di saat rakyat kedua negara dihantui kenaikan harga kebutuhan sembako, BBM, gas, air minum, TDL, As-Sisi dan Jokowi sama-sama melakukan gerakan de vide et impera. Menindas rakyat yang dulu memilih Jokowi atau memberikan mandat kepada As-Sisi. Di sisi lain meningkatkan taraf hidup birokrat dan aparat berkali-kali lipat. Fungsinya jelas, menutup celah pembangkangan. Terutama dari institusi militer, kepolisian, kehakiman, kejaksaan, birokrat PNS. Institusi yang selama ini dikenal sebagai "abdi pemerintah".


Kedua: Memecah belah oposisi.
Bila As-Sisi berusaha keras memecah belah Ikhwanul Muslimin dari dalam. Maka Jokowi dan rezimnya berusaha memecah belah partai politik yang memiliki perwakilan di Parlemen. Tercatat, As-Sisi memanggil secara rahasia 3 mantan anggota Ikhwanul Muslimin dalam sebuah pertemuan tertutup dan superrahasia. Ketiga nama tersebut adalah: Mukhtar Nuh, Kamal Halbawi, dan Tsarwat Al-Kharbawi.

Dalam hal keberhasilan, Jokowi lebih sukses dibandingkan rezim As-Sisi. Jokowi sukses memecah belah PPP, Golkar, bahkan PAN. Jokowi sukses pula memecah Polri dan mengangkangi semua insitusi hukum dari partai pengikut setianya.

Ketiga: Berbagai sedikit "kemanjaan" dan fasilitas.
Benih-benih perlawanan dari oposisi idealis, sedikit demi sedikit dimatikan. Wartawan, penulis, pengamat, mahasiswa, pendidik yang diprediksi "kritis" dan rajin menebar kritikan dan membuka bobrok ketidakmampuan dalam mengurus negara. Maka mereka diberi jatah sedikit kemanjaan.

Di Mesir, aktivis gerakan 6 April, pengagas gerakan Tamarrud, dan beberapa aktivis Islam yang anti-Mursi diberi jatah kemanjaan dan fasilitas "wah". Sedangkan di Indonesia, cukup dengan "jamuan" makan siang atau makan malam. Ternyata, strategi ini sangat jitu mematikan perlawanan dan rencana aksi turun ke jalan.

Keempat: Memunculkan "bulsit-bulsit" yang dapat mengaburkan fokus masyarakat.
Penimbul situasi (bulsit) adalah istilah intelejen. Bulsit ini tujuannya, memalingkan atau mengaburkan fokus masyarakat dari kasus yang sebenarnya terjadi. Rakyat tidak sadar, bahwa isu ISIS, penenggelaman kapal, kisruh KPK vs Polri, hingga isu-isu picisan, adalah cara strategis untuk memupus jejak perampokan harta rakyat, asset negara, dan penyerahan SDA kepada Asing dan Aseng yang notabenen donatur kudeta di Mesir dan donatur kampanye Jokowi.

As-Sisi dan Jokowi, menjadi taruhan dan pion penting dalam proses penghancuran tatanan kenegaraan dan kebangsaan di Mesir dan Indonesia. Para pendukung As-Sisi dan Jokowi, sebenarnya paham betul, As-Sisi tidak memiliki kemampuan memimpin. Namun mereka tak ada pilihan, sebab kebencian terhadap Ikhwan dan proyek "reformasinya" sangat mengkhawatirkan. Anda boleh setuju boleh tidak. Di alam demokrasi, siapapun boleh memiliki pandangan apapun. Faktanya, Mesir dan Indonesia memang di ambang kehancuran!

Pasted Form: Laman facebook ust. Nandang Burhanudin https://www.facebook.com/aufainternational
17 April 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar