Jumat, 22 Mei 2015

19 Penutup Nubuwwah


Majalah Tarbawi Edisi 224 Th. 11 Rabiul Akhir 1431 H/ 25 Maret  2010 M

Umar marah besar. “Siapa yang mengatakan Muhammad sudah mati”, katanya saat mendengar kematian itu, “niscaya akan ku penggal lehernya”. Ali terdiam tidak sanggup bicara, Ustman tergagap tidak sanggup berkata. Hanya Abu Bakar yang masuk membuka kafan yang menutupi tubuh Muhammad. Setelah melihat wajahnya, Abu Bakar lantas mencium keningnya lalu berkata:”Alangkah baiknya kamu saat hidup dan saat wafat”. Setelah keluarlah beliau sambil berkata:”Siapa yang menyembah Muhammad, maka kini Muhammad sudah mati. Dan siapa yang Menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tak akan mati”.


Sang Nabi telah wafat. Berita kematian itu segera mengguncang seluruh Madinah, jazirah Arab bahkan dunia. Tapi ada peristiwa yang jauh lebih penting dari itu: kematian Muhammad juga menjadi penutup mata rantai kenabian yang panjang yang telah mengisi lembar kehidupan umat manusia. Itu adalah kesedihan diatas kesedihan.

Selama ini kita hanya membaca 25 kisah Nabi dan Rasul dalam Al Qur’an. Padahal jumlah Nabi dan Rasul lebih banyak dari itu. Beberapa ulama bahkan menyebut angka sekitar 350 Nabi dan Rasul. Kehidupan manusia dimulai dari seorang laki-laki, Adam, dan seorang perempuan, Hawa, yang kemudian membentuk keluarga, keluarga itu kemudian beranak-pinak dan secara perlahan membentuk suku. Lalu suku menjadi simpul besar keluarga berkembang makin banyak sampai pada suatu skala yang kemudian kita sebut bangsa. Bersamaan dengan itu wilayah bumi yang dihuni manusia juga makin luas.

Pada setiap pertumbuhan itu selalu ada Nabi dan Rasul yang datang membawa risalah yang sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka. Pesan intinya adalah tauhid, tapi syariatnya yang disesuaikan dengan situasi mereka. Mereka adalah kafilah pengajar yang membawa kitab suci. Ada guru ada kitab. Itulah inti dari semua proses pembelajaran. Tapi ketika Muhammad diutus, manusia telah sampai pada tahap kematangan akal yang memungkinkannya belajar melalui kitba tanpa kehadiran sang guru.

Maka penutup mata rantai kenabian setelah Muhammad adalah manifestasi kepercayaan Allah kepada kemampuan akal manusia untuk belajar hanya melalui narasi, tanpa narator. Itu sebabnya Allah berkata: “ sungguh telah Kami mudahkan Al-Qur’an ini, adakah yang mau memahami?”

(Sekretariat Masjid Kampus UNRI Arfaunnas, Senin, 22 Maret 2010, 16:49:49 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar